Tulisan ini adalah komentar dari salah satu Komentator Vero Vertex pada podcast Dedy Corbuzier - dengan Kominfo terkait Pembolokiran beberapa layanan online seperti Paypal, Stem, dll
*****
- Poin Kritis - Edit jam 8.15: Silakan baca bagian akhir untuk tambahan.
- 09:45 Retorika Kebangsaan, semangat bela negara gaya lama.
- Koloni digital? Doctrine heavy.
- Bersandar kepada rakyat Indonesia, wajar, solusinya terlalu besar kalau dipikirkan 1 orang/pemerintah
- Infrastruktur tidak menjawab pertanyaan mengenai algoritma.
- "Harus bisa, harus bisa, harus bisa, duitnya sudah ada, duitnya...." Intensi bagus, tapi retorika begini menyiratkan manajemen ekspektasi yang buruk. Cenderung menyiratkan inginnya jadi 1 malam.
- Retorika bangga produk dalam negeri
- Kedaulatan aplikasi dan internet penting, tapi metode belum dibahas (dan mustahil juga, bila dalam 1 setengah jam saja)
- Bersandar kepada gotong royong
- Kebingungan ini terjadi karena Undang-Undang Perlindungan Data yang masih ambigu, dan masih terbatas pada dan berorientasi kepada tindak pidana di ruang digital. Belum ada Undang-Undang yang bisa disandingkan dengan kompleksitas dan kelengkapan General Data Protection Regulation (GDPR Uni Eropa). GDPR tidak ada daftar-daftaran. Dan tidak dibangun dalam semalam.
- Ketika retorika perjuangan bangsa ini lama-lama menjadi buzzword, rasa-rasanya saya ingin menjawab, anda berkorban untuk hal yang salah, atau anda mengorbankan hal yang salah? Pun juga sangat kental "serahkan kepada anak bangsa" betul, tapi harus lebih eloquent, karena bisa jadi buzzword dan malah membunuh talenta-talenta yang ada. Logika dan retorika beliau juga berorientasi infrastruktur. Wajar karena beliau tingkat pimpinan atas. Dan sebetulnya bagus. Sayangnya Perkominfo No.5 itu tidak dibahas atau dikaji dekat dalam podcast ini
- Menteri Johnny G. Plate, terlepas dari kontroversi, pintar dan idealis dalam retorika nya menyampaikan ideologi (meskipun riskan jadi buzzword akhirnya) dan penguasaannya dalam projek infrastruktur yang memang seringkali tidak diapresiasi atau diangkat. Dapat dimaklumi, one man cannot replace, do or redo all the work, beliau pun punya kurang, manusiawi. Ada orang-orang disekitar beliau yang bermasalah sehingga akhirnya numpuk di beliau. Dan syukurnya beliau bisa menghadapi dengan professional, minimal bisa menjawab. Ini perlu diapresiasi.
- Harus undang Ditjen Aptika Kominfo Semuel A. Pangarepan yang dikritisi habis habisan di Twitter, beri beliau meja untuk bicara. Karena yang operasional beliau. Perlu dilihat juga, apakah beliau benar2 paham. Karena analogi yang terlontar di publik kadang aneh. He needs to be scrutinized too, like Hon. J.G. Plate here. This is part of their job, and responsibility to answer public, this is the forum.
- Disini terlihat Lembaga Pers harus menjadi spotlight juga. Lembaga Pers harus bisa melantai di dunia digital. Apakah bisa mengatur/mengawasi media. Selama ini Kominfo saja yang dihujat. Padahal, banyak hujatan itu yang mestinya diciprati ke Lembaga Pers juga. Saya juga baru sadar ini, padahal inilah keputusan politik kita di masa alm. Habibie.
- Ada infrastruktur yang terlupakan: Infrastruktur mentalitas intelektual dan budaya, dalam artian, budaya kontemporer yang menjadi akar banyak masalah, seperti mentalitas kebiasaan bertanya "agamanya apa?" bila ada yang berprestasi. Harus bisa diidentifikasi, karena mentalitas ini bersembunyi dibelakang topeng agama dan ras, sehingga seakan-akan mengajak polarisasi. (Boomer problems)
Disclaimer : Tulisan ini dibuat sesuai dengan tanggapan/reaksi/opini pribadi mengenai jawaban dan obrolan Menteri J.G. Plate disini, bukan notulensi, bukan pembelaan untuk Kemkominfo. Timestamp saya gunakan untuk memudahkan pembaca mengecek keabsahan komentar saya, bukan ringkasan . Tulisan ini ditulis sedemikian rupa sehingga tidak merendahkan pihak manapun namun berupaya memetakan masalah yang disebabkan oleh Permenkominfo No. 5 ini. Bila anda enggan membaca silakan skip, bila suka terima kasih, bila ada salah, silakan reply dan berikan pointer mana yang salah. Saya berharap tulisan ini bisa menjadi lahan diskusi agar kita semua benar-benar "terinformasi". Dalam artian kita mengerti pro dan kontra, serta bisa menarik kesimpulan yang membantu kita bertindak nantinya, entah menahan amarah, memberikan kritik atau mengambil keputusan. Rambut boleh sama hitam, isi pikiran pasti berbeda . Saya percaya akan nilai kebebasan berekspresi, dan sebaik-baiknya kebebasan berekspresi adalah ekspresi yang disampaikan dengan retorika yang baik, sistematis, teruji dan berani lapang dada menerima kritik. Dalam singkat kata, Akhlaq Karimah. Latar saya melakukan ini adalah saya menjadi salah satu yang terdampak dari Permenkominfo ini, dan meski saya benci sebenci-bencinya kepada Kominfo, saya sadar mengejek, mencela, menjebol, justru akan membuat mereka comeback stronger. Maka saya lebih memilih memberikan kontribusi intelektual berupa kritik saran atau bahasan agar apa yang saya perjuangkan lebih bermakna. EDIT LOG: 1. 8/3/2022 8.15 PM: Penambahan Disclaimer 2. 8/4/2022 7.45 AM: Penambahan Edit Log dan Perbaikan nama "Ditjen Semmy A. Pangabean" menjadi Ditjen Aptika Semuel A. Pangarepan
Tidak ada komentar: