Article

Ayatul Kauniyah Fii Auditing Itjen # 2: Those Memories Remain

Audit kali ini agak berbeda dengan audit audit sebelumnya. Kenapa berbeda? Yang 

Pertama, tim auditnya ada lima, yang 3 laki-laki yang 2 perempuan sepanjang saya ikut terlibat dalam proses auditing seingat saya baru kali ini ada anggota tim yang perempuan. 

Kedua, auditornya cukup ramah, nggak seperti auditor tahun-tahun sebelumnya baik dari Itjen maupun dari BPKP, mereka benar-benar impersonal, tapi kali ini lumayan cair, apalagi lagi si Bapak Muda yang berjanggut itu suka bercerita dan bercanda saat di sedang melakukan audit. 

Nah dari Bapak ini pulalah saya jadi tahu tentang suka dukanya jadi auditor.

Saya begitu tersentak, ketika dia menceritakan bahwa dia sudah 21 hari belum pulang ke rumah sama sekali. 

Tiba-tiba saya terharu dan ingin menangis, apalagi saat dia cerita bahwa pernah suatu ketika dalam perjalanan pulang ke Jakarta dia mendapat kabar harus meneruskan audit ke pulau lain, dengan segera dia mengontak istrinya agar membawakan koper berisi pakain ke bandara. Begitu sampai di bandara dia hanya berpelukan dengan istri dan anaknya selama beberapa saat dan menukarkan kopornya kemudian menunggu pesawat berikutnya yang akan membawa ke pulau seberang.

Ah, saya jadi teringat masa kecil saya. 

Saya jadi ingat tentang almarhum ayah saya [semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa beliau dan memberikan tempat yang terbaik]. Kebersamaan saya dengan ayah saya rasakan hanya sesaat, seingat saya hanya sampai kelas 4 SD. 


Saat itu ayah yang seorang anggota ABRI termasuk sering meninggalkan kami di rumah karena tugas. Ayah juga termasuk salah seorang yang dikirim pertama kali ke konflik Timor-timur, dan beberapa kali di kirim kesana.Untuk mengobati kerinduan pada ayah, saat hendak makan ibu selalu mengingatkan kami untuk mengingat ayah yang sedang bertugas semoga Ayah baik-baik dan dalam lindungan Allah SWT. Saya masih ingat, saat ayah masih bersama kami waktu kecil, setiap malam minggu mengajak kami jalan-jalan, bahkan nonton bioskop. 

Dua film yang saya tonton bersama ayah yang saya ingat sampai sekarang adalah Star Wars edisi awal tahun tujuhpuluan dan Kingkong, ayah juga mengajak kami makan di warung tenda yang ada di pasar. Selain sabtu malam minggu, ayah juga menemani saya dan adik saya saat itu baru satu belajar sampai kira-kira jam 9 malam. 


Paginya beliau selalu membangunkan saya sebelum subuh agar sholat subuh di langgar. Beliau akan marah kalau saya bangun kesiangan. Namun masa-masa indah itu rasanya berlalu sangat cepat, karena beberapa kali ayah harus meninggalkan kami ke medan tugas.
Ketika, beliau sudah tidak di kesatuan-pun, beliau masih sering berpindah-pindah, kami anak-anaknya tidak pernah diajak berpindah rumah, beliau bilang kasihan sekolah kami jika harus pindah-pindah.


 Sebagai konsekuensinya maka beliau setiap akhir pekan pulang ke Lawang.Namun waktu itu juga terasa cepat sekali, tiba-tiba beliau harus pensiun dan saat beliau pensiun saya harus kuliah ke luar kota. Begitu saya lulus kuliah pengin kerja di Malang agar dekat dengan beliau, namun ternyata saya harus ke Jogja, barulah ketika saya menikah bisa berkumpul dengan beliau lagi, namun sayang hanya sebentar, sekitar 4 tahun kemudian beliau dipanggil Allah di saat Idul Fitri.Entahlah mendengar cerita Pak Auditor muda itu saya jadi agak sedih sekaligus bersyukur. 

Bersedih karena saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya anak-anak para auditor itu, terutama yang ibu-ibu yang usianya belum teralalu tua.


 Saya juga tahu bahwa hari-hari kerja mereka ya ke luar kota dan ke luar pulau padat sekali, begitu sepanjang tahun.. kenapa saya beripikir tentang anak-anak mereka? 

Karena saya tahu betapa rindunya seorang anak kepada orang tuanya, masih beruntung saya ada ibu yang masih menemani kami di rumah. Lha kalau para ibu-ibu auditor itu? 

Ya memang ada bapaknya, tatapi saya tidak bisa membayangkan betapa repotnya bapak mengurus anak-anaknya sendirian.


... Ah.... Saya terlalu mengurusi hidup orang lain kali ya? 

Tetapi saya sungguh bersyukur karena saya tidak bisa menjalani kehidupan seperti para auditor tadi. Saya paham, bahwa tidak semua orang seperti saya, mereka saya yakin sangat menikmati pekerjaannya, karena itu pilihan hidupnya, dan itu tidak ada yang salah.


Saya hanya membayangkan, betapa saya akan tersiksa sekali jika harus seperti itu, bagaimana tidak? 

Saat saya pulang kemalaman selama dua hari kemarin, saya mendapati anak-anak sudah tidur. 

Ketika esok hari bangun mereka sudah siap-siap berangkat sekolah dan saya sendiripun harus berangkat sebelum mereka. 


Saya hanya membayangkan, betapa Habib, Dayyan, dan Nadia akan terus-terusan telepon sehari beberapa kali jika saya seperti itu. Lha wong pulang agak telat saja mereka sudah pada gantian menelpon. 

Saya tentu akan rindu senyuman si Kya, yang setiap ketemu ingin minta gendong dan kalau pas malam dia belum tidur pasti akan mengajaknya melihat teman-temannya di langit sana. 

"Tuh Kya, temenmu pada senyum dan nunggu kamu," begitu kata Habib setiap kami menunjukkan bintang-bintang di langit pada Kya. 


Ah, waktu ini berjalan sangat cepat sekali, tiba-tiba Kya sudah 9 bulan, Nadia sudah kelas 4, Habib Dayyan juga sudah besar... 


Saya yang bertemu mereka tiap hari saja merasakan betapa cepatnya anak-anak kita tumbuh berkembang. 

Kadang rasanya baru kemarin mereka saya adzani kedua telinga mereka.Ah saya tidak bisa membayangkan seandainya saya seorang auditor yang harus menghabiskan waktu saya jauh dari keluarga dan anak-anak. 


Semoga, para rekan-rekan saya auditor tadi senantia dirindukan oleh keluarganya dan semua yang dilakukan membawa kebaikan dan keberkahan bagi keluarganya. Bukankah itu tujuan mereka bekerja? 


Wallahu'alam.


 *****
 PS: 
mohon maaf ini cuman menuliskan lintasan-lintasan pribadi tanpa bermaksud menyinggung siapapun.

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Ayatul Kauniyah Fii Auditing Itjen # 2: Those Memories Remain"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.