Article

Kisah Pencari Rumput

 Sekitar tahun 70-an atau 80-an di daerah Mojosari, Mojokerto, Jawa Timur ada hidup seorang pencari rumput, yang sebut saja namanya Soleh. Pekerjaannya sehari-hari adalah mencari rumput untuk kemudian dijual kepada orang yang punya dokar/delman buat makanan kudanya.

Salah satu yang unik dari Soleh adalah setiap kali dia akan menyabit rumput yang sudah lebat di sebuah kebun atau pekarangan dia terlebih dahulu meminta ijin kepada pemilik kebun / pekarangan . Tentu bagi sebagian besar orang kebiasaan Soleh ini adalah sesuatu yang aneh, mengingat rumput yang ada di kebun atau pekarangan umumnya sah untuk diambil, tetapi tetap saja Soleh melakukan hal itu. Apabila pemilik kebun tidak mengijinkan maka Solehpun akan mencari tempat lain yang diijinkan untuk disabit rumputnya.

Suatu hari setelah sholat jum’at berjamaah di masjid, Soleh menngerjakan solat Sunnah ba’diyatal Jum’at , pada saat sujud Allah memerintahkan Malaikatul maut mencabut nyawanya, dan gegerlah seluruh jamaah yang masih di masjid mengetahui kejadian itu.

Singkat cerita, orang-orang segera merawat jenazah Soleh dan memandikannya, setelah itu banyak sekali orang yang ingin menyalatkan dan memikul jenazahnya menuju liang lahat. Mereka menganggap Soleh adalah waliyullah (kekasih Allah) yang diberikan kenikmatan di akhir hidupnya. Bagi yang tidak tahu kejadiannya, banyak yang mengira yang meninggal adalah seorang pejabat atau orang terkenal, karena banyaknya orang yang mengiringi jenazah itu. Padahal hanyalah si Soleh tukang pencari rumput.

Sebuah akhir kehidupan yang indah, bagi mereka yang mengharapkan keridhaan Tuhannya. Dan itulah hadiah yang setimpal dari Allah kepada hambaNya yang senantiasa mengingat dan rindu bahwa suatu hari nanti dia akan bertemu dengan Penciptanya dengan kondisi khusnul khotimah – akhir yang baik – meski dia bukan seorang yang dikenal penduduk dunia – tetapi penduduk langitlah yang mengenalnya.

Begitulah cerita yang saya dengar dari Mbah Man, salah satu takmir musholah SMPN 1 Wonosalam Jombang, pada suatu petang setelah solat Maghrib.

Jika mengingat cerita itu lagi, seolah-olah kejadiannya hanya ada di negeri dongeng – dimana orang-orang shalih masih banyak yang hidup meski mereka hanyalah orang biasa, bukan ulama, bukan ahli agama. Saya juga jadi ingat cerita ayahada Imam Syafii rahimahullah yang harus menyusuri sungai hanya untuk meminta keikhlasan pemilik apel yang sudah terlanjur dia makan, saat dia menemukannya di sungai.

Ya, benar-benar seperti di dongeng, apalagi jika dibandingkan dengan kondisi kehidupan kita saat ini, yang saya kira sangat langka sekali menemukan orang-orang seperti Soleh. Apalagi jika kita membaca betapa tiap hari kita disuguhi oleh berita-berita tentang pencurian yang tidak sekedar rumput di kebun tetangga, tetapi milyaran dan bahkan trilyunan uang rakyat, tetapi pelakunya dengan tanpa malu dan tanpa rasa sesal melakukannya.

Ah, mungkin hanyalah mimpi di siang bolong jika di negeri dihuni orang-orang seperti Soleh, yang senantiasa bersifat wara’ [berhati-hati] dalam mencari rezki dan zuhud ketika menghadapi fitnah dunia.

Allahumma hawwin alaina fi sakaratil maut, wanajata minnannar, wal’afwa minal hisab…
[Ya Allah permudakanlah kami saat sakaratul maut, dan selamatkanlah kami dari api neraka, dan ampuni kami saat Engkau hisab…]

*****
NB: sengaja saya tulis, setelah tadi pagi saya agak shock dan sedih mendengar cerita teman bahwa ada seorang pejabat yang meminta jatah sekian persen dari setiap proyek yang ada- yang nilainya bisa mencapai ratusan juta…

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Kisah Pencari Rumput"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.