Article

Marhaban Ramadhan: Keajaiban Ramadhan #2

Dayyan - Habib


“Bang, ayo ikut abi sama ummi ke masjid. Habib juga… kita tarawih .. kayak di film Ipin-Upin itu lho..” kata kami kepada anak-anak selepas buka pada hari pertama ramadhan.
Sebelum ramadhan, alhamdulillah secara tidak sengaja temen satu kantor nawarin film Upin dan Ipin yang dia ambil dari internet. Temanya tentang puasa. Dan saya juga ambil beberapa episode dari www.youtube.com serial Upin dan Ipin.
Lumayan lah.. film tersebut ditonton berulang-ulang sama anak-anak sebelum ramadhan, jadi begitu ramadhan mereka sudah dapat informasi tentang puasa dari film itu.
“Wah bang Dayyan tadi itu pinter lho bi, ikut sholat sampe habis di samping ummi. Si Habib itu yang bikin gaduh dan lari kesana kemari sama anak-anak lain..” kata istri saya setelah sampai rumah.
Dayyan mau sholat sampai habis? itu luar biasa . Soalnya selama ini kami selalu dapat laporan dari gurunya kalo dia itu paling susah dan tidak mau kalo diajak sholat di sekolahnya. Dia dan gengnya –– dulu ada 5 orang (3 orang dari TK-A yang dua dari TK-B) , tetapi sekarang tinggal 3 karena yang dua sudah masuk SD –– paling tidak mau kalo di suruh pelajaran sholat di masjid deket sekolahnya, begitu juga dengan pelajaran baca al quran… saya terus terang sampai malu, soalnya berkali-kali di buku penghubungnya ada catatan agar orang tua ikut membimbing si Dayyan agar mau ikut sholat.
Sebelum ramadhan, kalopun mau diajak ke masjid yang hanya berjarak 3 rumah, dia pasti nggak ikut sholat- sampai di masjid cuma main-main kejar-kejaran sama Habib, atau kalau ketemu teman lainnya dia pasti main-main di teras masjid, sesekali teriak-teriak.. sampe karena saking terganggunya.. takmir masjid bikin tulisan Dilarang Membawa anak-anak ke masjid
Memang mau saya mengajak mereka ke masjid agar sejak kecil mereka hatinya terikat sudah dengan masjid – bukankah pemuda yang hatinya selalu terikat dengan masjid adalah pemuda yang dapat naungan dari Allah di akhirat kelak ketika tidak ada naungan selain dari-Nya?
Saya juga nggak ingin anak-anak saya seperti anak-anak di lingkungan saya tinggal yang pada nggak suka ke mesjid meskipun rumahnya dekat. Tapi jadi serba salah kalo mereka di masjid cuma bikin bising dan jengkel orang. Apalagi Habib pernah ngompol di masjid. Akhirnya saya pernah melarang mereka ikut saya ke masjid.
*****
”Bang ayo ke masjid, sama mbak Nad dan Habib..” kata saya..
”Aku di rumah saja sama Ummi…” rengeknya
”Nggak Ummi juga ngantar ke masjid… tarawih..” kata saya.. Saya meminta istri saya untuk juga keluar meski tidak puasa dan sholat – tujuannya agar si Habib dan Dayyan nggak pengin di rumah.
”Iya.. Ummi juga mau keluar.. kalo nggak mau … di rumah sendirian saja.. anak dua ini..”
“Ya..ya… ikuuut…” kata mereka berhamburan keluar. Dan ketika mereka sudah masuk masjid istri saya kembali pulang.
Selama sholat isya dan tarawih Dayyan tetep di samping saya. Meski kadang-kadang suka tengok kanan-kiri – apalagi ada suara gaduh di belakang, tetapi tangannya tetap bersedekap dan mengikuti gerakan sholat sampai habis.
Sementara si Habib sudah berhamburan ke luar masjid dengan anak-anak yang lain. Saya juga heran – anak-anak itu sebagian usianya sudah SMP dan saya kira sudah wajib sholat, tapi kenapa malah pada bergerombol di pojok masjid atau bahkan ada yang berkumpul dekat tempat wudhu sambil rokok-an.
Dalam hati saya sangat bersyukur. Padahal Dayyan ini tipe anak yang nggak bisa diem. Meski di lingkungan yang baru dikenalnya aja dia bisa langsung adaptasi.
Suatu ketika ketika dia masih umur 3 tahun, diajak ibu untuk kontrol ke rumah sakit, di sana ketemu dengan anak seusianya yang juga ngikut neneknya. Hanya beberapa saat saja mereka langsung kejar kejaran dan berguling-guling di lantai rumah sakit.
Lain waktu, ibu saya sampai agak jantungan, pasalnya pas ibu diperiksa dokter si Dayyan tiba-tiba ilang. Setelah dicari sekian lama… eh dia sudah ada digendongan tukang parkir di depan rumah sakit.
Alhamdulillah nggak dibawa orang :D
****
Selama bulan ramadhan di sekolahnya Dayyan tidak boleh membawa bekal minum, kue atau makanan meski mereka tidak puasa. Bahkan koperasi yang ada di sekolahpun ditutup.
Tiap hari, di luar bulan ramadhan, begitu bangun tidur yang ditanyakan Dayyan adalah, apa bekal atau kue yang dibawa ke sekolah. Kalo nggak ada dia pasti minta sejumlah uang untuk beli kue di warung sebelah rumah atau di Mak Mlijo yang jualan sayur langganan kami. Belum lagi dia pasti minta disiapin air minum, tas dan lainnya - ribet pokoknya, salah ngomong dikit dia pasti ngambek.
Ajaibnya di bulan ramadhan ini dia sama sekali nggak bernafsu minta uang untuk beli jajanan. Padahal si Habib tidak berubah sama sekali, biasanya sih mereka saling berebut duluan minta dibelikan kue. Tapi kali ini Dayyan cuek aja kalo pagi-pagi Habib sudah ribut soal bekal kuenya.
“Nih Bang, tak kasih uang aja ya..buat sangu di sekolah nanti…” kata saya sambil mengulurkan uang ribuan.
Dia terima uang itu dan dibuat main-main. “Di sekolah nggak boleh jajan bi…” katanya..
“Ya jajan di sini saja… atau kalo masih kenyang uangnya disimpan..”
Kadang dia langsung berhambur di belakang habib yang sudah di warung sebelah. Tapi yang sering mengembalikan uang itu.
“Ini uangnya disimpen abi aja….” katanya tadi pagi ketika mau naik ke motor.
“Nggak jajan..?” tanya saya
“Nggak… disimpen aja..” jawabnya.
Alhamdulillah. Saya bersyukur dengan kesadaran Dayyan.
Saya jadi ingat penelitian yang diungkap oleh Daniel Goleman di bukunya yang fenomenal Emotional Intelligence.
Diceritakan disitu ada beberapa anak usia TK-SD yang dijadikan objek penelitian. Hal yang diteliti adalah kemampuan menahan keinginan sang responden (anak-anak tadi) dengan prestasi mereka ketika dewasa.
Para responden di beritahu bahwa di depan mereka ada permen dan makanan yang hanya boleh dimakan disaat yang ditentukan. Setelah sekian lama – namanya juga anak-anak – hanya beberapa orang saja yang mengambil /memakan permen/makanan pada waktu yang ditentukan. Lainnya sudah mengambil duluan.
Dari kedua kelompok ini dipantau terus perkembangannya hingga dewasa. Ternyata mereka yang berhasil dan sukses adalah anak-anak yang mampu menahan keinginan mereka untuk tidak mengambil/memakan permen yang disediakan sampai waktunya tiba.
Daniel Goleman menyatakan salah satu ciri kecerdasan emosional seseorang adalah dia mampu menahan/menunda keinginan yang sifatnya spontanitas, dan mengambil tindakan lain yang lebih bermanfaat.
Ah, mudah-mudahan penelitian itu memang demikian.
Yang jelas setiap orang tua menginginkan yang terbaik bagi masa depan anak-anaknya, apapun kondisinya mereka saat ini.
Bukankah begitu pembaca?
***

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Marhaban Ramadhan: Keajaiban Ramadhan #2"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.