Article

Sihir Ayat-ayat Cinta

Dulu ketika saya masih duduk di bangku SMP, saya sangat tergila-gila membaca karya-karya Alfred Hitcock dengan Trio Detective-nya dan Enid Blyton dengan serial Petualangannya?

Wah, kalau saya sudah membaca buku-buku tersebut diatas, maka saya rela untuk meninggalkan kegiatan saya lainnya, kecuali sholat dan makan.

Saking sukanya membaca novel-novel tersebut, tidak peduli waktu ujian semester, saya sempatkan untuk membaca. Bahkan suatu ketika, ayah-ibu sangat marah karena pada saat semesteran saya tidak belajar malah membaca novel-novel tersebut.



Ceritanya, sebagaimana biasa setiap datang semseteran teman saya yang tinggal dibelakang rumah tapi beda sekolah selalu datang ke rumah untuk belajar bersama. Tempat belajar biasanya di kamar saya. 

Selepas solat isya kami mulai belajar bersama, tetapi saya hanya tahan sekitar satu jam saja, selanjutnya saya berbaring di kasur dan mulai membaca novel yang telah saya pinjam dari perpustakaan sekolah. Sementara temen saya terus belajar. 

Seperti biasa ibu atau ayah mengecek ke kamar, beliau kaget sekali ketika saya melihat nyantai di atas kasur dengan baca novel, sedangkan temen saya serius sekali belajar. 

Wah langsung saya kena semprot dan terkena travel warning (upf… keliru… maksud saya ancaman) yaitu buku-buku yang saya baca akan dibakar.

Tapi itu dulu, setelah menginjak kuliah, saya jarang membaca karya-karya fiksi. Kegandrungan saya beralih ke buku-buku agama, pemikiran dan pengembangan diri. Ini berlanjut hingga saya bekerja.

Seingat saya selama saya sudah bekerja, menikah dan punya anak, hanya satu novel yaitu Da Vinci Code-nya David Brown yang bisa saya selesaikan dalam waktu sekitar satu minggu (berarti dalam kurun waktu sekitar 10 tahun saya hanya sanggup menyelesaikan 1 buah karya fiksi .

Baru hari Kamis (25/07/2007) kemarin saya membaca sebuah novel yang betul-betul menyihir saya sehingga saya sanggup menyelesaikan novel setebal 400-an halaman tersebut dalam waktu semalam. 

Saya membacannya mulai selepas pulang kerja jam 16.30 hingga 12.30 pada waktu yang sama! Hebatnya lagi, tidak hanya saya yang tershir oleh novel tersebut tetapi, istri saya ikut nimbrung membaca selepas sholat isya hingga selesai tengah malam!

Sambil menahan kantuk dan badan pegal pegal kami menyelesaikan novel tersebut hingga dini hari! Memang luar biasa novel tersebut, istri saya yang setahu saya tidak suka baca karya fiksi bisa bertahan hingga selsai, bahkan saking cepatnya dia membaca saya harus menahannya untuk membuka halaman berikutnya.

Apa judul novel tersebut? 

Ya, apalagi kalau bukan Ayat-ayat Cinta-nya Habiburrahman El Shirazy.

Sebenarnya saya sudah tahu karya ini telah menjadi perbincangan luas, mendapat pujian dari pengarang-2 senior di indonesia dan menjadi best seller .

bagaimana tidak tahu lha wong saya sudah pernah baca potongan-potongan novel tersebut ketika masih dimuat di koran republika. Dan banyak teman yang mempunyai buku tersebut dirumahnya. 

Entah kenapa waktu itu saya tidak pernah tergerak untuk membacanya hingga tuntas, padahal kalau mau saya bisa meminjam temen-2 saya.

Ya, kang Abik, demikian Habiburrahman sering dipanggil, benar-benar telah menyihir banyak orang dengan pemaparannya yang indah dalam novel ini!

Sejak Bab pertama saya begitu terpesona dengan gaya bercerita kang abik, tetapi yang membuat terpesona adalah bagaimana suasana mesir yang religius dan kegiatan sang tokoh fahri ketika mengaji. 

Ah suasana tersebut membuat saya jadi iri dan ingin mengalami apa yang dilakukan fahri, mengaji kepada seorang syaikh, mempunyai imam masjid yang sangat perhatian dengan jamaahnya. Wah dimana itu bisa terjadi di Indonesia.

Kegiatan keseharian fahri bersama teman-temannya di dalam novel tersebut membuat saya terkenang saat masa-masa kuliah, ngontrak bareng, ngaji bareng jadi aktivis dan seterusnya.

Ah… indah sekali.

Membaca AAC membuat kita, khususnya saya, merindukan kembali suasana kehidupan islami yang penuh berkah seperti yang dilukiskan dalam AAC.

Beberapa kali saya menangis saat membaca AAC, eit.. jangan katakan saya cengeng, soalnya saya tidak menangisi nasib beberapa tokoh utama seperti Maria dan Nurul. 

Karena saya tahu bahwa itu hanya cerita belaka, meski tidak mustahil bahwa beberapa kejadian dalam AAC adalah sesuatu yang didasarkan atas pengalaman pribadi atau orang-orang di sekitar kang abik.

Saya menangis terharu atas sikap orang-orang mesir yang mudah sekali diingatkan ketika marah hanya dengan memintanya untuk bersholawat kepada nabi SAW., dan yang paling luar biasa bagaimana orang-orang mesir dengan mudah mengakui kekhilafan jika memang mereka benar-benar bersalah, setelah ditunjukkan jika mereka secara syar’i salah. 

Subhanallah! Astaghfirullah! 

Bisakah saya seperti itu? Adakah diantara kita langsung lunak hatinya jika diingatkan kepada ayat-ayat Allah SWT, atau dengan hadist Rasulullah SAW?

Saya juga menangis ketika melihat, bagaimana seorang seperti Syaikh Ustman dan Syaikh Ahmad, begitu perhatian terhadap santri dan jamaahnya. 

Saya jadi merindukan adakah kita mempunyai orang-orang seperti itu? 

Saya tahu, meski mungkin nama-nama syaikh dalam AAC tersebut mungkin hanya rekaan belaka, tetapi saya juga tahu bahwa orang-orang tersebut memang benar-benar ada dan kang abik pernah menikmati berkahnya berkumpul dengan orang-orang sholeh seperti itu.


Ya, memang seharusnya begitulah idealnya seorang ulama yang dekat dengan masyarakat.

Begitulah jugalah seharusnya seorang ustadz, murrabi, pendidik bisa menjadi sahabat ketika bergaul, orang tua dalam hal nasihat, dan syaikh dalam ulumuddin (ah.. membaca novel in saya jadi ingat bagaimana Imam Syahid Hasan Al Banna – beliau juga orang mesir khan? — berinteraksi dengan murid-muridnya. Semoga Allah Selalu meridhai beliau! dan mudah-2an Allah memberikan kekuatan kepada kita meneladaninya)

Novel ini juga membuat saya melakukan refleksi (muhasabah) bagaimana prilaku dan akhlaq saya beinteraksi dengan orang lain. 

Subhanallah! Memang Fahri digambarkan sebagai sosok yang mempunyai akhlaq yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain dan nyaris tanpa cela! Membuat saya jadi iri, koq bisa-bisanya ada orang berakhlak semulia dia di jaman penuh egois seperti saat ini. 

Jangan katakan seharusnya saya iri (mencotoh) Rasulullah. Saw atau shahabat beliau! Memang Rasul SAW dan shahabat beliau memang sebaik-baik teladan bagi manusia, tetapi bagaimana menghidupkan akhlaq seperti Rasulullah SAW dalam jaman yang sudah sangat jauh berbeda dengan jaman beliau adalah sangatlah penting, dan tokoh fahri saya kira bisa dijadikan salah satu teladan! 

Saya yakin, saat ini ada orang seperti itu dan benar-benar ada! karena saya pernah membaca sebuah buku, kalo nggak salah judulnya SUAMIKU SEORANG PENJAHAT, tulisan Kariman Hamzah. 

Dalam buku itu sang penulis menceritakan kehidupannya dengan suami keduanya, yang mempunyai akhlaq mulia. meski gaya penceritaannya tidak seindah dan sehalus AAC tapi disitu benar-benar menuliskan kisah nyata sang penulis.


Selain fahri, ada tokoh yang membuat saya sangat terkesan, yaitu Maria. ketika mengikuti alur cerita dan bagaimana Maria digambarkan dalam novel itu, saya seperti telah mengenal dia… dimana ya?

ketika hampir menuntaskan novel AAC saya baru menyadari, bukankan kisah hidup Maria (tentu saja minus jatuh cintanya kepada Fahri  ) ketika berinteraksi dengan Islam dan ajarannya begitu mirip dengan kisah Margareth Marcus yang dikemudian hari kita kenal sebagai Maryam Jameelah penulis muslimah yang begitu gigih membela islam? 

Ya.. saya ingat biografinya (aduh.. jadi sedih.. buku saya yang bercerita tentang kisah hidup Maryam Jamilah dan surat-suratnya kepada Maulana Maududi Pemimpin Jamiat Islami Pakistan, entah sudah raib kemana. padahal buku itu sekarang langka!) 

Saya ingat bagaimana sebelum masuk Islam Margareth Marcus, sudah mempecayai keesaan Tuhan, selalau memakai gaun dan baju panjang, tidak suka pergi ke pesta-pesta.. dan yang terpenting sudah membela ikut membela islam jika ada isu-isu yang negatif tentang islam. salah satunya karyanya sebelum masuk islam adalah novel 

Di Tepian Jalur Gaza, yang pernah diterbitkan oleh Penerbit Mizan! Wah.. apa betul begitu, kang abik? Atau Maria, adalah orang lain (bukan Maryam Jameelah) yang benar-benar ada dan pernah ditemuai kang abik?

Satu hal yang pasti, meskipun pada akhir-akhir cerita AAC terkesan terlalu teburu-buru untuk diakhiri, sehingga ada sedikit kejanggalan (kejadian saat fahri ditangkap karena dituduh menghamili Noura – hingga kematian Maria) karena menurut saya mengabaikan kelogisan (ketika fahri harus dirawat dirumah sakit sekeluar penjara, karena beberapa anggota badannya yang terkena siksaan dalam tahanan perlu mendapat perawatan),

Novel AAC telah dapat membangkitkan semangat dan ghirah kita untuk kembali melaksanakan ajaran islam yang suci dan mulia!

So, apapun akhirnya AAC sangat layak direkomendasikan untuk dibaca siapa saja!
Terus berkarya kang abik, meski sihir memang dilarang dalam agama kita, tetapi jika kang abik bisa menyihir orang lain untuk – paling tidak terbersit dihatinya – berbuat kebaikan, maka sihirlah mereka! Daripada terkena Sihir Harry Potter yang tidak akan menghasilkan kebaikan ketika membacanya..!

Terus berjuang, semoga Allah memberikan Ilmu dan umur yang berkah bagi kang abik sekeluarga dan anak turunnya. Amiin

****
Saudaramu di Malang yang telah tersihir dengan AAC

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Sihir Ayat-ayat Cinta"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.