Article

Balada Khotib Jumat

Menjadi khotib Jumat ternyata gampang-gampang susah. Bisa dikatakan gampang kalau memang “sudah profesinya” jadi tukang ceramah, susah jika yang ditunjuk sebagai UGD alias Ustadz Gawat Darurat.
Meski demikian, bagi yang sudah biasa khutbah ternyata ada banyak sekali konsideran atau pertimbangan ketika hendak memberikan khutbah, karena ternyata untuk menjadi khotib tidak cukup mengetahui syarat dan rukun khutbah.
Satu diantara sekian konsideran tersebut adalah, memahami karakter masyarakat tempat dimana dia akan menyampaikan khutbahnya.

 Pengetahuan akan kebiasaan masyarakat ini - atau dalam bahasa ndakik-nya “ma’rifatul maydaniyyah” - sangat penting karena jika diabaikan maka bisa-bisa sang khotib mengalami “kemaluan” saat atau setelah memberikan khutbah.

Alkisah diceritakan oleh seorang teman kantor yang tinggal di daerah Mergosono Kota Malang, ada sebuah masjid yang jamaahnya sebagian besar orang arudam alias madura dan berprofesi sebagai pedagang. Di masjid itu ada semacam konvensi tidak tertulis yaitu - sang khotib tidak boleh menyampaikan khutbah lebih dari 15 menit, jika dilanggar pasti akan membuat dirinya menjadi salah tingkah.

Suatu ketika ada seorang khotib yang berkhutbah lebih dari 15 menit, jamaah sudah resah, ada yang sudah tidak jenak duduknya, ada yang batuk-batuk dan berdehem-dehem tetapi sialnya sang khotib tidak bisa memahami bahasa isyarat tadi. Maka begitu menginjak menit ke 20, dengan masih berbicara dengan berapi-api, tiba-tiba berdirilah seorang jamaah yang dengan keras mengucapkan sholawat dan membaca doa dan seperti dikomando secara serentak para jamaah lainnya mengamini doa tadi.. akhirnya dengan menahan malu sang khotib terpaksa mengakhiri khutbahnya.

Lain di Mergosono lain pula di Ngawi, di sebuah masjid di dusun teman saya para ketika mendengarkan kutbah jumat mereka sudah berada di bagian luar masjid dan bersiap siaga.

Siapa siaga? Emang ada becana?

Ya, mereka meanggap sebuah bencana jika yang jadi khotib adalah orang yang sudah dikenal hanya “pandai berkutbah” tetapi tidak nampak sama sekali prilakunya sebagaimana yang dia khutbahkan.

Akibatnya apa?

Jika sang khotib ini memberikan materi khutbah yang dianggap “ndakik-ndakik” atau terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan prilaku dirinya, maka para pemuda tadi segera akan melempari atap teras masjid yang terbuat dari seng dengan kerikil dan batu-batu kecil sehingga membuat berisik yang bertujuan untuk “menghentikan sekaligus mengakhiri” khutbah.

Begitulah kenyataannya, lain lagi dengan sebuah masjid tempat saya biasa melaksanakan sholat jumat dulu. di masjid ini ada seorang yang sangat kritis terhadap khotib yang tidak memenuhi syarat dan rukun kutbah. jika ada rukun kutbah yang terlewat maka dia segera berdiri dan mengingatkan khotib untuk mengulangi khutbahnya, dan lucunya pernah ada khotib yang diingatkan sampai tiga kali tapi gak paham apa maunya si jamaah tadi, padahal kalau jamaah yang gak tidur pasti tahu maksud dari pemrotes tadi karena sang khotib lupa mengucapkan sholawat- cuma karena sudah kadung grogi di protes dan mungkin gak pernah mengalami seperti itu maka si khotib ini terbengong-bengong saja dan melanjutkan khutbahnya sampai selesai sementara jamaah tadi menggerutu dan akhirnya di sampai sholat duhur lagi sebanyak 4 rokaat padahal sudah mengikuti sholat jumat yang 2 rokaat.

Ditempat saya kuliah dulu ada sebuah masjid yang khusus khutbahnya bahasa arab. bukan berarti sang khotib bisa bahasa arab, tetapi kalau menggunakan bahasa arab pasti sholat jumatnya cepat, karena antara khutbah sampai sholat jumat cukup 15 menit. Masalahnya adalah, bagaimana jika sang khotib tidak bisa bahasa arab... tenang di mimbar selalu ada buku kutbah yang tematik yang isinya semua bahasa arab, tetapi yang akan jadi lucu adalah jika sang kotib hanya sekedar comot materi khutbah tanpa menyesuaikan dengan bulan saaat itu, maka kadang-kadang saatnya bulan maulid eh ceramanya tentang puasa romadhon. Lebih celaka lagi kalo ada yang iseng ngambil buku “sakti” yang ada di mimbar maka dipastikan sang khotib, hanya akan bialang “ amma, ba’du, amma ba’du “ heheheh.

Yang lebih seru masjid ini berdekatan dengan masjid kampus yang terkenal khutbahnya lama sehingga sering didapati di masjid kampus belum selesai khutbah pertama di masjid tadi sudah bubar pulang hehehe. makanya jika ada mahasiswa yang suka keburu-buru ngerjain kagiatan lain maka bisa dipastikan dia akan memilih di “masjid arab ini”.

Di tempat saya KKN ada lagi masjid yang antara adzan dan iqomahnya sangat lama bisa 30 sampai 40 menit, jadinya kadang para jamaah sudah terkantuk-kantuk menunggu sang imam yang satu-satunya punya otoritas di masjid itu, apalagi yang punya sakit perut dijamin bisa bolak-balik ke kamar mandi.

Nah, ada seorang teman yang selalu tanya pada para “santri” yang jaga di masjid itu, “Pak Haji ada nggak?” kalo sang santri menjawab masih tidur atau masih melakukan yang lain, segera saja dia mengkudeta dan iqomah dan meminta yang lain memimpin sholat jamaah :)

begitulah sekilas balada sang imam dan sedikit tambahannya.

Anda punya pengalaman lain?

monggo dishare

***
Gambar diambil dari http://detikislam.com/

















Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Balada Khotib Jumat"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.