Article

[Kepsek’s Note] Branding # 23: Pilihan

Suatu ketika sepulang Jumatan di masjid di dekat kantor, seorang teman menggerutu, ngomel panjang pendek.

 “Wah payah jumatan di masjid situ..!” gerutunya

 “Lah, memang kenapa?”
 “Masak orang sudah mau jumatan saja sudah alhamdulillah, eh pake dimarah-marahin…”

 Saya tersenyum aja, mengingat khotib yang barusan khutbah dengan suara yang lantang dan semangat yang menggempal-nggempal sehingga jamaah jumat gak ada yang sempat tertidur mendengarkan khutbahnya.
 Namun sayangnya mereka tidak tertidur bukan karena khutbahnya menarik untuk diikuti, tetapi karena berisik dan memekakkan telinga. Jujur saya juga ikutan agak dongkol. Dalam hati saya cuman bilang, “Gimana sih pak khotib ini, wong semalam habis nonton debat indonesian lawyer club dan gak puas dengan pernyataan-pernyataan yang menurutnya merugikan umat islam, eh marah-marahnya kok pada jamaah.” Ya, saya paham sih kalo podium itu “miliknya” saat dia berdiri di atasnya, tetapi tidak ada cara yang lainkah yang membuat jamaah tidak tertidur? Dan ternyata memang setelah beberapa kali saya denger ceramahnya dia ternyata dia brandingnya ya ceramah sambil marah-marahin jamaah… hehehe… ya udah kalo gitu. Yup, sekali lagi itu memang sudah pilihannya membuat branding dirinya sebagai Dai/Khotib yang suka marahin jamaah. Meski saya juga heran kok tega-teganya ada takmir yang ngundang dia untuk ceramah. Ah iya, memang takmirpun juga punya pilihan, mau mengundang orang yang sesuai seleranya atau tidak. Jadi saya tidak bisa menyalahkan. Nah, karena semua juga masalah pilihan, sayapun juga membuat pilihan, daripada niatnya jumatan tetapi dimarahin sama khotib ya mending saya lihat dulu jadwal penceramah/khotib yang ada di masjid tersebut. Kalo dia yang giliran ceramah ya mending saya cari masjid laen aja hehehe… sama-sama enak khan? Saya tetep bisa jumatan dengan tenang dan tidak merasa dimarahi dan diapun bisa ceramah dengan bebas dan dari “dosa” karena membuat saya jengkel hehehe. Tetapi saya cuman sayang sama jamaah lain yang nggak tahu kalo milih masjid dan jumatan itu adalah bagian dari pilihan hidup. Yang kasihan lagi kalo yang jumatan itu adalah musafir yang kebetulan mampir di masjid itu untuk sekedar sholat jumat, nah kalo dia tipe kayak saya, pasti dia termasuk orang ditakdirkan yang sedang “diuji” oleh khatib tersebut, hehehe… semoga saja sabar dan dapat pahala hihii Mas Hengki mungkin tanya, “Pakde ini mau ngomongin apa sih?” Hahaha, tenang Mas, ini masih ada hubungannya dengan serial tulisan saya kok. Begini, inti dari pembahasan saya adalah bahwa hampir semua tindakan dalam hidup kita itu adalah pilihan - dan semua pilihan itu konseukensinya adalah kembali kepada kita, suka ataupun tidak! Nah, begitu juga menuliskan apa yang akan kita publikasikan pada media, entah hanya sebuah status di facebook, artikel pendek, cerita, novel, ebook, buku dan seterusnya, semua adalah pilihan kita. Pilihan kita mau konten dan pesan apa yang ingin kita sampaikan pada orang yang membaca segala tulisan kita. Kita bisa menuliskan pesan-pesan kebaikan, pesan-pesan kebencian, pesan-pesan yang mengundang permusuhan, it’s all up to us! - kita seratus persen punya hak untuk itu. Kita bebas sebebas-bebasnya (meksi bagi saya tidak pernah ada kebebasan absolut, hanya orang-orang gila saja yang merasa bahwa hidup didunia ini adalah mempunyai kebebasana absolut) Tetapi ada satu hal yang harus anda ingat, bahwa siapapun yang membaca, menyimpan, melihat dan kebetulan terpaksa bertemu dengan tulisan kita juga punya hak untuk memberikan reaksi, komentar, berpikiran, berpersepsi dan bahkan menyerang kita, dan itu bagian dari hak dan kebebasan mereka! Dan kitapun juga punya hak dan pilihan untuk memberikan reaksi balasan – apakah menjadikan itu sebagai bahan instropeksi, jadi semakin pemicu kegilaan kita atau menjadikan kita berubah menuliskan hal-hal yang lain yang lebih bisa mendapatkan sambutan yang baik atau yang lainnya lagi, sekali lagi terserah kita! Karena ini hidup kita, kita yang tahu mau dibawa kemana hidup kita. Dalam prespektif branding apalagi di dunia cyber seperti saat ini, sekecil apapun yang kita tulis bisa tersimpan “dengan rapi” di tempat-tempat pembagi berkas gratis, disudut-sudut forum diskusi, diantara rerimbunan milis, dan diantara grup-grup dan diantara status-status di media sosial. Dan sekecil apapun yang kita tulis bisa dengan cepat menyebar ke seantero jagad maya. Lantas apa konsekuensi dari semua ini? Begini saudara, jika kita pernah menuliskan sesuatu yang membuat orang lain marah, percayalah bahwa tidak dengan mudah kita menghapusnya begitu saja, bisa jadi ada orang lain yang sempat menyebarkannya, mendokumentasikannya, dan bahkan mengumpulkannya untuk digunakan sebagai senjata untuk memukul anda suatu saat. Saya punya banyak contoh, ketika ada orang-orang yang terkenal membuat statemen baik melalui tulisan atau akun sosial medianya, mereka menjadi kesulitan ketika tulisan dan statemennya itu disebar kemana-mana, mulai dari menteri sampai penulis terkenal. dan contohpun sudah ada berkat kecerobohan membuat tulisan pula bisa jadi orang kehilangan kesempatan berkarir, pekerjaan dan sebagainya. Nah, saudara sekalian, sekali lagi semua kembali kepada pilihan kita. Kita mau menjadi agen dan atau dikenal sebagai penyebar kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat atau sebaliknya. Reputasi anda kelak tergantung apa yang anda tuliskan saat ini! Begitukah?

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "[Kepsek’s Note] Branding # 23: Pilihan"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.