Article

[Kepsek’s Note] # 26 : Branding: Sabar

Ada pelajaran menarik yang saya dapatkan ketika menemani Kang Abik – panggilan Habiburrahman el Shirazy – road show Film ayat-ayat Cinta di Malang. Anda sudah mengetahui bahwa semua penulis-penulis yang terkenal dan dikenal publik adalah orang-orang yang istiqomah dalam menulis- yang selalu menyempatkan dan mengalokasikan waktu khusus untuk menulis. Begitu juga dengan Kang Abik, menurutnya dia selalu berusaha untuk tetap menulis, bagaimanapun kondisinya, jika dia dalam perjalanan promo buku atau filmnya, maka beberapa saat sebelum tidur atau sesudah tidur beliau menulis, meskipun hanya beberapa lembar. Sementara jika ada waktu yang cukup luang dan tidak berpergian ke luar kota dia malah menyediakan waktu khusus untuk menulis. Dikatakannya bahwa ada novelnya yang dia tulis dalam beberapa bulan – karena banyak berpergian ke luar kota – tetapi ada juga yang diselesaikannya saat dia “tidak punya kesibukan” di luar sehingga focus untuk menullis. Cerita yang sama juga saya dapatkan dari Mas Boim Lebon, penulis satu ini kita kenal sebagai seorang produser dan penulis skrip di sebuah televisi swasta – sehingga dia punya kewajiban untuk ngantor. Nah untuk mensiasati itu maka dia punya kiat khusus untuk tetap bisa produktif menulis setiap hari. Caranya adalah, setiap hari selesai sholat subuh dan mengaji di rumahnya, dia menyediakan waktu untuk menulis, selama beberapa saat sampai waktunya untuk bersiap ke berankat ke kantor begitulah yang dia lakukan hampir setiap hari. Akan tetapi ada satu hal lagi yang juga dipunyai oleh penulis-penulis produktif yaitu adanya sikap SABAR dalam berkarya. Seperti dalam terminologi dalam islam – bahwa makna adalah: sabar dalam melakukan ketaatan dan sabar menjauhi semua larangan – begitu juga dengan mereka para penulis. Merek a tetap sabar berkarya bagaimanapun kondisinya. Sebagai contoh yang menarik dari lahirnya Novel Ayat-Ayat Cinta (AAC) yang fenomenal itu. Kang Abik menceritakan novel tersebut lahir di saat dia harus bed-rest setelah mengalami kecelakaan, kondisi kesehatan yang menuntutnya agar tidak beraktivitas sebanyak yang biasa lakukan. Untuk mengisi hari-harinya di rumah maka dia menulis novel AAC tersebut, dan “hanya dalam waktu” hampir 2 bulan novel itu berhasil diselesaikan. Apakah kemudian setelah itu novel AAC langsung terkenal? Ternyata tidak, karena Novel tersebut dikirimkan ke Republika dan jadikan cerita bersambung di harian tersebut. Tentu saja proses untuk dijadikan menjadi sebuah cerbung di harian nasional tidak mudah masih butuh proses seleksi dan proses tayang yang tentu saja waktunya lebih lama dari waktu menuliskannya. Nah disinilah kesabaran seorang penulis diuji, sabar untuk menjalani proses yang mesti dia tempuh agar karyanya bisa lahir dan di kenal publik. Sabar untuk menanti sebuah karya menjadi benar-benar matang sehingga memang layak untuk disebut sebagai karya besar. Begitu juga ketika karya tersebut sudah lahir, maka dia mesti bersabar atas banyaknya waktu yang dibutuhkan dari banyaknya perhatian dan apresiasi atas karya-karyanya sehingga membutuhkan banyak pengorbanan waktu dan tenaga yang tidak sedikit sebagai konsekuensi dari dikenalnya karya yang dia tulis. Sebagaimana disinggung oleh Pak Syaifoel Hardi beberapa saat yang lalu, bahwa seorang penulis yang sudah dikenal maka dia harus bersiap mengorbankan waktunya untuk menemui pembacanya, bersiap untuk sharing dengan yang lain dan seterusnya. Alhamdulillah di Grup PNBB ada Gus Abrar yang sudah merintis itu, tahukah anda proses novel Jalan Cinta ditulis? – sebuah proses yang panjang, hampir setahun yang lalu tulisan itu dibuat, dan hampir setiap saat Pak EWA senantiasa menagihnya dan ketika serial tersebut dipublish di Grup GPM, hampir sebulan ustadz kita yang katanya ganteng tersebut semedi untuk “menulis dan mengembangkan” cerita tersebut karena memang jumlah halamannya belum layak untuk diterbitkan sebagai sebuah novel. Dan kita disini adalah sebagai saksi jika suatu saat nanti novel tersebut benar-benar diterbitkan dan bisa saja menjadi dikenal publilk, maka satu hal yang harus kita ingat adalah, bahwa ada nilai-nilai kesabaran dan keistiqomahan di sana. Akhirnya mari kita tunggu bagaimana “nasib” novel tersebut selanjutnya, sambil kita secara pribadi mulai berlatih istiqomah dan bersabar dalam berkarya. Anda siap?

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "[Kepsek’s Note] # 26 : Branding: Sabar"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.