Article

Tips Lahir Normal setelah 2 Tahun Melahirkan Cesar

Catatan: Postingan kali ini adalah hanyalah salin tempel dari tulisan Rizza Nasir (temen di Facebook) yang judul aslinya adalah seperti di bawah. Sengaja saya muat di sini, karena tulisan ini sudah viral tak hanya di Facebook tapi juga di grup WhatsApp


(Catatan Perjalanan kehamilan keduaku)

Assalamualaikum. Hai, pejuang VBAC seluruh Indonesia izinkan aku menceritakan pengalaman VBACku ya!
Aku positif hamil lagi saat anak pertamaku usia 2 tahun. Setelah nyapih ASI, bulan itu juga aku tidak haid. Alhamdulillah positif.
Kenapa aku malah bilang Alhamdulillah? Apa aku tidak kapok hamil lagi padahal sebelumnya SC?
Tidak!



Aku malah merasa di persalinan anak pertama, aku masih kurang ilmu. Mungkin sudah banyak baca-baca tentang melahirkan alami, tetapi praktek hari H nya aku kalah dengan kepanikanku sendiri, kalah dengan intervensi dan memang saat itu aku sedang banyak pikiran hingga berhadiah pre-eklampsia di penghujung kehamilan.
Pre-eklampsia itu apa? Monggo search sendiri ya!
Makanya aku sengaja nggak KB, hanya KB alami. Aku masih ingin berjuang lagi.
Alhamdulillah Allah kasih lagi hamil selepas menyapih. Alhamdulillah. Aku langsung bertekad VBAC saat itu juga!
Kenapa?
Karena pengalaman persalinan pertama sangat traumatik, berhadiah baby blues pula, aku tidak ingin mengulangnya lagi.
Secara fisik, sejak lahir aku tidak bisa berjalan normal seperti perempuan kebanyakan, jalannya goyang-goyang. Coba lihat penguin! Nah seperti itu! Kakiku juga agak kaku, jadi sempat kuberpikir apakah ini penyebab di persalinan pertama pembukaanku stagnan 1 nyaris dua hari?
Baik hamil pertama dan kedua, aku masih sama. Sering banget jatuh. Soalnya memang tubuhku nggak seimbang. Kadang pas nggak konsen suka tiba-tiba oleng. Apalagi hamil semakin tambah minggunya, semakin berat pastinya. Alhamdulillah Allahu akbar, meski sering jatuh, hamilku tidak jatuh. Alhamdulillah. Kuasa Allah!
Apa tips vbac dariku?
Tentu sudah banyak yang menceritakan kisah vbac padamu, kurang lebih sama ya!
Berdayakan diri! Jangan mager!
Khusus diriku, aku sadar, banyak gerakan senam hamil yang aku tak mampu. Seperti angkat satu kaki, dan gerakan lain yang menggunakan kekuatan kaki. Duh aku banyak yang nggak bisa!
Akhirnya kulakukan sebisaku!
Seperti jalan kaki, cat cow pose, butterfly pose dan squad. Khusus squad idealnya saat kehamilan di atas 37 Minggu 300 kali sehari. Tapi aku tidak mampu sebanyak itu! 60 kali sehari sudah prestasi, itupun tidak tiap hari.
Jalan kaki, aku paling nggak bisa jalan kaki jauh. Pasti ngos-ngosan duluan. Benar-benar semampunya aku. Kalau capek ya udah rebahan aja, sembari melakukan senam yang bisa sambil duduk. Seperti cat cow pose, butterfly pose dan nungging. Nungging tetapi kepala dan dada nempel. Kalau nyesek, ya nungging normal, atau sujud seperti saat sholat.
Alhamdulillah memasuki 30 week aku mulai penasaran banget dengan PAZ MARYAM.
Dari seorang kenalan yang sukses vbac aku mendapatkan informasi ada praktisi PAZ MARYAM di Kediri yang juga seorang bidan. Alhamdulillah!
Sebelum kesana, kucari tahu dulu PAZ MARYAM itu apa. Alhamdulillah berbekal ilmu yang sedikit aku merasa mantap untuk belajar PAZ MARYAM.
Pertama, karena paz maryam terinspirasi dari Al-Qur'an, diformulasi yang insyaallah seperti Maryam saat melahirkan putranya Isa.
Kedua, gerakannya mudah untukku. Kuyakin bisa melakukan gerakan itu.
Alhamdulillah suami setuju, dengan syarat aku beneran mau praktek apa yang diajarkan, jangan cuma semangat di awal tapi setelahnya males-malesan. Suami hapal banget karakterku yang kadang begitu haha!
Di bidan itu, aku diajarkan gimana sih gerakan paz maryam yang benar, gerakan jalan ala PAZ (JAP) dan gerakan lain yang bisa memperbaiki struktur tubuhku. Tiap orang beda penanganan, sesuai kondisi tubuh. Jadi memang baiknya konsultasikan dulu ke praktisinya langsung ya!
Disitu juga kutanyakan, apakah cara jalanku ini yang mempengaruhi hambatan persalinanku sebelumnya?
Ternyata jawabannya tidak, yang mempengaruhi proses persalinan adalah panggul ibu. Bukan kaki. Insyaallah bayi lahir bagaimana pun kondisi ibunya. Karena setiap individu itu unik.
Setelah diukur menggunakan alat pengukur panggul, bentuknya seperti gunting besar, aku baru tau juga. Panggulku ukurannya normal kok, bahkan kata beliau insyaallah muat untuk bayi sampai 4 kg. Alhamdulillah! Aku bersyukur sekali mendengar pernyataan ini.
Aktivitas sehari-hari selama hamil seperti mencuci baju, masak, bahkan nyapu halaman kulakukan sendiri. Pokoknya yang kumampu lakukan sendiri, kulakukan sendiri, yang nggak mampu baru panggil suami untuk minta dibantu.
FYI, aku dan suamiku bekerja dari rumah, kerja apa? Jualan online, apa aja yang bisa laku dan jadi duit hihi. Suamiku dulu memilih begini, karena beliau paham kondisiku yang terbatas, tidak bisa 'ngramut' anak seorang diri seperti perempuan lainnya. Alhamdulillah rezeki ada aja, walaupun tidak berlebih, Alhamdulillah kami tidak pernah kelaparan. Bukankah ini kebutuhan dasar manusia?
Aktivitas rumah tangga membuatku terus bergerak, tidak ngalem apa-apa minta tolong ke orang lain membuatku bergerak. Gerak. Gerak. Gerak. Semampunya. Kalau capek ya rebahan.
Dipeseni sama suami, hamil yang kedua ini pikiran harus selow, nggak boleh apa-apa dipikirkan. "Wes to, rezeki itu ada aja, minta ke Allah" Begitupun dengan omongan orang, aku yang biasanya selalu baper kuusahakan abai.
Pokoknya selalu berusaha happy dan positif thinking.
Soal nutrisi kehamilan, di cerita vbac orang lain aku sering baca : gamat, spirulina, Blackmores, kurma, madu, susu, zaitun dan vitamin -vitaminvlain bisa menunjang sukses vbac.
Untukku. Nutrisi kehamilanku sungguh semampuku. Artinya, aku makan sayur setiap hari, kalau nggak ada protein bergengsi semacam daging-dagingan dan seafood maka aku punya tahu, tempe, telur. Itu aja terus berputar setiap hari.
Kadang ya beli ayam, kadang ya sate, kadang ya soto, kadang susu uht, kadang susu almond, kadang susu dele. Nggak minum susu pun nggak jadi pikiran. Divariasikan semampunya kami. Nggak ngoyo!
Kalau pas ada ya beli kurma dan madu. Kalau pas habis ya beli lain yang terjangkau. Pandemi, dagang sepi tapi bisa tetap makan dan masih hidup itu adalah satu hal yang patut kami syukuri!
Suplemenku hanya penambah darah, vitamin c dan kalsium dari bidan puskesmas. Kenapa periksa di puskesmas? Murah! Dan pelayanannya juga bagus!
Bidan dan dokter puskesmas setiap kali periksa selalu menyarankan kelak kalau melahirkan harus di rumah sakit, kemungkinan SC lagi karena jarak belum 3 tahun dan ada riwayat pre-eklampsia. Hanya ku-iya-in saja.
Mereka tidak tahu seberapa traumanya aku melahirkan di rumah sakit dulu sih!
Selama hamil, aku tidak pernah periksa ke spesialis kandungan. Hanya pernah USG sekali, di klinik bidan.
Aku terlalu takut menerima kenyataan kalau dokter SpOG memvonis harus SC lagi. Sudahlah bayarnya mahal pulang aku pasti down. Lebih baik aku menghindar dari awal. Selama kehamilanku kurasa baik-baik saja, maka di puskesmas sudah cukup.
Apakah aku periksa SBR pas hamil tua? Jawabannya tidak!
Karena memasuki usia 36 minggu suamiku menyanggupi sebuah pekerjaan baru di Gresik. Kami menyiapkan untuk perpindahan. Bayanganku segera pindah ke Gresik lebih baik barangkali aku menemukan nakes pro vbac disana.
Aku tanya semua kenalan, search pakai tagar vbac Gresik atau paz maryam hasilnya nihil. Ada sih yang berhasil vbac dari Gresik dan menuliskan birthstory-nya di medsos, tapi nakesnys tidak benar-benar mendukung.
PPKM diperpanjang seminggu terus-menerus. Kereta api Kediri-Surabaya berhenti beroperasi, otomatis keberangkatan kami ke Gresik ikut mundur. Ini sempat membuatku galau. PPKM diperpanjang seminggu sama dengan kehamilanku bertambah tua seminggu. Diperpanjang lagi. Kehamilanku?
Aku nangis, bagaimana ini? sudah semakin mendekati HPL tetapi ke Gresik-nya belum ada kepastian kapan, akhirnya kami memutuskan naik mobil saja, diantar adikku. Bismillah!
Kenapa aku ikut ke Gresik meski sudah tau mendekati HPL? Karena melahirkan saat berjauhan dengan suami pasti tidak enak. Maka pasrah ke Allah saja.
"Sudahlah Dek, nggak masalah kamu belum nemu nakes pro vbac disini, kamu punya Allah, minta sama Allah. Bergantung sama Allah. Nakes itu makhluk Allah juga. Sudah kadung dapat nakes pro vbac, tau-tau dia kena covid dan prakteknya tutup. Bagaimana hayo! Makanya doa-doa Dek, kita punya Allah!"
Tanggal 8 Agustus kami berangkat ke Gresik. Tanggal 15 Agustus dini hari sekitar pukul setengah dua aku mulai merasa muleas. Kupikir mules karena makan nanas 2 buah kuhabiskan sendiri sehari sebelumnya. Ternyata kok mulesnya ada terus.
Sekitar jam 3 pas suami kriyip-kriyip, "Mas koyok e kok aku mules to iki" suami masih santai.
Setelah dia sholat subuh kucek celana dalam. Eh lha ada lendir darah. Kutunjukkan ke suami. Dia mulai antusias.
Dulu pas persalinan pertama, lihat lendir darah begini kami sudah gupuh berangkat ke bidan. Yang ini aku santai, "ah paling masih bukaan 1"
Aku baru mempersiapkan tas melahirkan, memilah milih baju bayi, bajuku, dan keperluan lainnya. Pas kontraksi datang aku nungging sambil goyang pinggul. Pas kontraksi pergi aku nata-nata lagi.
Pokoknya aku gak diam saja. Kupraktekkan gerakan paz maryam, "menarik pohon" yang kutarik gagang pintu kamar. Ternyata beneran lho masyaallah pas gerakan narik itu nyeri berkurang. Akhirnya gerakan itu terus kulakukan sampai jam 8 pagi. Tiap kontraksi datang aku narik, tiap dia pergi aku duduk kursi. Gak nyangka aja udah 5 menitan si kontraksi datang.
"Mas aku mandi dulu aja ya enaknya"
Masih sempat mandi saking aku santainya. Di kamar mandi, kontraksi juga datang. Aku semakin yakin ini bukaan udah maju, apalagi lendir darah udah keluar makin banyak. Setiap kontraksi datang aku narik bak mandi, kontraksi berhenti aku duduk kursi nerusin mandi.
Selesai mandi, udah pede pakai baju agak bagusan buat lahiran di bidan terdekat. "Tidur aja dulu dek kamu dari semalam nggak tidur"
Mana bisa tidur wahai kau... Andai kau tau rasanya😁
Capek narik terus Akhirnya kuputuskan rebahan miring kiri. Sambil njepit bantal di kedua paha. Duh rasanya makin-makin. Sampai akhirnya aku seperti mau ngeden sendiri dan "Tus" ada bunyi meletus kecil gitu. Basahlah semua gamisku ke kasur juga. Suami yang masih di kamar mandi kuteriakin, "Abah Abah cepetan sini, ketubannya pecah ini"
Dia tergopoh-gopoh keluar dari kamar mandi. Aku masih rebahan, speechless.
"Yoh teles kabeh Dek, wes kamu sarapan dulu biar ada tenaga, aku tak minta tolong buat antar ke bidan pakai mobil"
Duh sudah nggak mood makan, aku cuma ingat kalau ketuban pecah, maka harus rehidrasi dengan banyak minum. Akhirnya aku minum air putih sebanyak-banyaknya.
Karena ketuban sudah pecah aku memutuskan memakai diaper. Berangkatlah kami ke bidan dekat rumah. Bidannya libur. Rumah diketok nggak ada orang sepertinya berpergian. Pindah ke bidan lainnya. Di depan pintu ada tulisan 'Minggu libur'
Duh!
Suami tetap turun dari mobil dan menjelaskan kalau di mobil ada yang mau melahirkan.
Akhirnya kami dipersilahkan masuk ruang bersalin. Yang ngantar pulang. Begitu diaperku dibuka. Bidan nampak bekas SC-ku.
"Lho Dek sampean post-SC ya, nggak bisa Dek sampean lahiran disini. Di rumah sakit aja ya! Ini nanti khawatir e pendarahan bekas SC ne sampean. Kenapa tadi nggak langsung ke rumah sakit?"
Kujelaskan kalau aku takut banget dengan rumah sakit, takut banget SC lagi. Trauma.
"Mana tadi yang antar kok sudah suruh pulang? Coba dihubungi lagi"
Akhirnya aku naik bed. Di cek VT. Rasa pengen ngeden sudah nggak kuat untuk ngempet. Pengen ngeden dengan sendirinya.
"Ini sampean sudah pembukaan 8 ke 9 Dek, jangan ngeden dulu. Digunakan untuk nafas aja." Kata Bu Bidan.
Masyaallah. Rasa pengen ngeden lebih kuat, sehingga untuk ambil nafas panjang susah banget.
Suami masih sibuk nguber anak pertama. Dia memang diajak dan rencananya dijemput bumer di bidan ini.
Aku sendirian di bed tanpa dampingan. Bu bidan hanya melihat sambil menyuruh atur nafas saja. Lagi-lagi aku gagal atur nafas, pengen ngeden terus.
Ibu mertua datang, langsung menghampiriku di bed. Elus-elus perut sambil komat-kamit entah apa yang dibaca.
"Sepuntene Kulo sing kathah nggeh Buk"
"Iyo Nak podo-podo"
"Ojo ngeden disik"
"Pengen ngeden dewe lho Buk"
Bumer berusaha ngobrol dengan Bu bidan, guyon berdua.
Aku berusaha bangun dan duduk. "Arep nyangdi? Wes meneng ae ndek kene nafas-nafas sek." Kata bumer.
Beneran. Menikmati kontraksi sambil tiduran itu amat menyakitkan. Ternyata prinsip PAZ MARYAM yang menyarankan saat kontraksi lebih baik untuk gerakan 'narik pohon'
"Mas mana ini yang jemput kok nggak datang-datang?" Tanya Bu bidan
"Tadi saya telepon katanya pentil mobilnya lepas jadi ini masih di bengkel dulu"
Kurang lebih satu jam di bidan itu, sembari menunggu jemputan kugunakan untuk jalan digandeng suami. Sesekali 'narik pohon' gagang pintu rumah Bu Bidan. Begitu tahu asistennya langsung ditegur, "jangan begitu Mbak, bahaya buat jahitan sesar sampean nanti juga gagang pintunya bisa patah"
Akhirnya aku duduk lagi. Duh ya Allah, bagi yang belum tahu PAZ MARYAM, pasti mengira bakal begitu, padahal sungguh ini lebih nyaman dibandingkan saat menikmati kontraksi sambil tiduran dan ngangkang lebar-lebar seperti tadi.
"Mas aku pasrah wes kalau memang harus lahiran di RS lagi, cara apapun pokok lahir, rasanya wes nggak ada jedanya kontraksinya"
"Dek kamu udah berjuang dari awal ayo dikit lagi, aku yakin kamu bisa"
Nggak lama, mobil jemputan datang. Bu bidan kelihatan lega sekali. "Dek nanti bilang aja ke petugasnya mau lahiran gitu aja, wes nggak usah cerita kalau belum swab, oya maaf ya Dek, bukannya saya nolak, tapi memang peraturannya begitu, sini nggak berani kalau post SC." Kata Bu bidan sebelum saya naik mobil.
Di mobil, rasa mau ngeden makin menjadi-jadi. "Ayo istighfar Dek" semobil kami istighfar jamaah, yang nyopir juga ikutan istighfar
"Laa haula wa laa quwwata illa billah Dek ayo!"
Terus merapal dzikir terus ingin mengejan.
"Mas kayak ada yang mau keluar ini!" Teriakku
"Paling itu bab Dek, kayak di Bu Bidan tadi. Ini rumah sakitnya udah deket kok"
Begitu belok parkiran RS. Rasa ngeden kuat sekali. Aku tarik nafas dan ngeden. Tak disangka ada rasa 'grenjel' keluar.
Suami udah terlanjur keluar mobil minta petugas mengambil kursi roda.
"Bahhhh... Ini kepala udah keluar" Teriakku kuat
"Masak Dek!" Suami langsung ngintip. Masyaallah iya, terlihat rambut hitam. Kebetulan aku masih pakai diaper. Jadi jelas sekali diantara diaper warna putih itu ada kepala bayi.
"Allahu akbar ya Allah Alhamdulillah!"
Petugas yang sudah membawa kursi roda ke mobil berlari lagi mengambil ranjang dorong.
"Pak istrinya tolong dibopong tiduran kesini" Yes, seumur-umur pernikahan kami baru ini aku dibopong suami, haha. Ternyata dia kuat kok mbopong aku kali ini.
Masuk IGD. Bidan langsung membuka diaper dan membantu bayiku keluar. Rasa nyeri yang tadi kurasakan hilang seketika. Blas nggak terasa apa-apa.
Apalagi pas bayiku nemplok di dada. Ya Allah, nangis aku. Badannya masih lengket lendir dan darah. Matanya melihat ke arahku. Nyes!
"Bu tolong jangan potong dulu ari-arinya, istri saya pengenya gitu"
"Lho kenapa, kan bayi udah lahir?"
"Saya pengen penundaan pemotongan tali pusat Mbak kalau bisa biar nutrisi yang ada di tali pusat masih bisa terserap sempurna ke bayi"
"Lho ya kalau sudah lahir nutrisi bayi dari ASI ibu, tugas plasenta sudah selesai"
"Tapi kan..." Daripada berdebat, akhirnya aku, "nggeh mpun manut mawon"
"Suntik induksi ya"
"Buat apa Bu? Saya habis sesar anak pertama, katanya nggak boleh diinduksi, saya takut kalau..."
"Nanti saya jelaskan lagi, sekarang disuntik dulu"
Jadi, kata bidan itu kalau induksi dilakukan sebelum bayi lahir itu akan memicu robekan rahim bagi ibu post SC, tapi kalau sudah lahir dan untuk mempermudah keluarnya plasenta, induksi aman dilakukan. Baiklah ilmu baru bagiku.
Setelahnya proses jahit menjahit. Ya, kata bidan IGD jahitannya banyak. Rasanya? Dibius kok. Cuma terasa suntikan biusnya dan srat sret benang saja.
Aku sampai diajak ngobrol sama suami ngalor ngidul biar fokusku nggak ke proses jahit.
Setelahnya aku dibawa ke tempat rontgen paru. Entah apa tujuannya ini. Lalu swab. Ini pengalaman pertamaku juga 'disogrok' alat swab. Rasanya sengkring. Diambil darah untuk lab pula.
Dimana bayiku? Bayiku di box bayi sebelahku. Dibersihkan, pakai baju dan disinari lampu.
"Sudah Pak Bu, sudah selesai semua tinggal nunggu hasilnya. Semua yang melahirkan disini untuk menginap 1x24 jam dulu. Selamat ya! Jangan lupa ASI eksklusif 6 bulan" pesan bidan sebelum berlalu.
Aku trauma dengan rumah sakit setelah persalinan pertama, masyaallah setelah kupasrahkan semuanya ke Allah ternyata persalinan keduaku juga di rumah sakit tapi Allah berikan rumah sakit yang aku merasa nyaman sekali dengan pelayanannya. Edukasinya. Fasilitasnya. Bersih. Lengkap dan qadarullah biayanya pun ternyata murah untuk ukuran rumah sakit di Surabaya. Pas akan pulang juga diminta untuk menjadwalkan sesi foto bayi.
Masyaallah pas anak pertama dulu pengen banget bisa motoin bayi dengan pose lucu-lucu, tapi biayanya kok mahal. Alhamdulillah ini dikasih gratis. Dari rumah sakit. Tempat yang dari awal sebisa mungkin kuhindari, tapi ternyata skenario Allah lebih indah.
Sukses vbac bukan hanya milik mereka yang punya banyak uang sehingga bisa beli suplemen kesehatan terbaik untuk kehamilannya.
Sukses vbac bukan hanya milik mereka yang bertemu dengan nakes pro vbac terbaik di kotanya.
Sukses vbac bukan hanya milik mereka yang rajin prenatal yoga, rajin ikut kelas hamil jutaan, dirawat di fasilitas kesehatan bergengsi.
Tetapi... Ternyata...
Sukses vbac juga bisa jadi milik mereka yang mau belajar. Darimana saja dia belajar. Bisa dari medsos, YouTube maupun tanya teman.
Belajar dan mau praktek tentu saja. Karena seringkali teorinya banyak, prakteknya males. Aku pun begitu juga kok. Banyak malesnya tapi vbac maunya.
Kalaupun diantara kalian ada yang seperti aku, terbatas dalam fisik dan banyak gerakan prenatal yoga yang nggak bisa. Maka kita sebagai muslimah punya Paz Maryam.
Alhamdulillah gerakan paz maryam ini mudaaah banget nget. Tapi ngaruh banget ke kemajuan persalinan.
Kalau dihitung dari awal mules sampai lahir hanya 10 jam. Padahal anak pertama dulu dua hari stagnan pembukaan satu. Rileksnya pikiran juga ngaruh sih.
Pre-eklampsia Alhamdulillah tidak berulang. Bagaimana tips agar tidak berulang? Kata seorang teman yang punya pengalaman sama, kuncinya di pengendalian emosi dan pikiran serta banyak minum air putih. Sebisa mungkin jauhi pemicu darah tinggi.
HB Alhamdulillah hanya 10,1 berdasarkan hasil lab dari rumah sakit. Dari awal hamil memang HBku tergolong rendah. Konsumsi telur, kapsul tambah darah, sayur-sayuran sudah. Selebihnya pasrah sama Allah.
Bagaimana rasanya kontraksi melahirkan? Konon tiap orang sensasinya beda-beda. Ada yang nyeri di tulang kemaluan, ada yang di perut bagian bawah menjalar sampai punggung seperti yang aku rasakan.
Masyaallah, kontraksi alami itu didesain Allah ada jedanya. Tiga puluh menit sekali, 10 menit sekali, 5 menit sekali sampai akhirnya tanpa jeda jelang melahirkan kepala. Tiap kali datang pun juga hanya 60 detik sampai maksimal 90 detik saja. Allah tahu benar kemampuan hambanya bernama perempuan. Bukankah satu menit itu tidak lama?
Aku tidak mendapatkan penundaan pemotongan tali pusat sesuai harapanku. Merdeka jahitan juga tinggal impian. Tetapi ada banyak pelajaran yang kuambil dari persalinan kedua ini. Bahwa selama kita bergantung pada Allah, Allah akan pilihkan yang terbaik untuk kita.
Perbaiki niat. Vbac bukan untuk membuktikan kepada siapapun kalau kita bisa lahiran pervaginam setelah sesar, tetapi vbac adalah untuk memberikan hak anak kita lahir sesuai fitrahnya. Lahir melalui jalan lahir dari Allah. Kalaupun toh akhirnya harus SC, itu juga yang terbaik menurut Allah.
Dari paz maryam aku mendapatkan 'kunci' kalau sesar itu hanyalah sekoci yang digunakan pada saat darurat. Benar-benar darurat. Bukan darurat yang dibuat-buat atau digawat-gawatkan. Selama ibu dan janin sehat dan tidak darurat, maka persalinan sesuai fitrah, yakni persalinan pervaginam layak dan harus diperjuangkan ❤️
Jadi, selamat berjuang wahai pejuang vbac seluruh Indonesia!
Merdeka!
Salam

Bunda Ahmad & Adibah 

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Tips Lahir Normal setelah 2 Tahun Melahirkan Cesar "!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.