Article

Pantaskah Kepala Sekolah Melakukan Demotivasi?

Pantaskah Kepala Sekolah Melakukan Demotivasi?

Sabtu, 28 Mei 2016, saya mengambil rapot semester ganjil punya Dayyan, tetapi seperti biasanya walikelas memberikan "laporan" tentang perkembangan belajar siswa-siswi yang diasuhnya. Selain itu juga menyampaikan laporan kegiatan akademik dan non akademik yang telah dan akan dilakukan oleh sekolah. Selain dalam bentuk slide presentasi kami juga mendapatkan beberapa lembar dari laporan tersebut.

Ketika membaca laporan tersebut mata saya tertuju pada sebuah poin yang menyebutkan bahwa beberapa siswa sekolah tersebut yang sudah diterima di sekolah favorit/unggulan di malang sebut saja sekolah X. Tapi anehnya kok hanya sekolah tersebut yang disebut favorit, padahal setahu saya ada puluhan siswa yang juga telah diterima oleh sekolah lain yang menurut saya cukup favorit juga (sebut saja sekolah YY), termasuk si Nadia - kakanya Dayyan.

Di akhir pertemuan saya sempat "melakukan klarifikasi" kepada wali kelasnya kenapa kok di laporan sekolah hanya disebutkan sekolah XX - padahal cuma beberapa orang. Sementara sekolah YY tidak. Padahal si Dayyan hendak mengikuti jejak kakaknya masuk sekolah YY.

Setelah sejenak diskusi dengan guru BK (bimbingan konseling)-nya Dayyan, tentang kemungkinan bisa diterima di sekolah YY. Karena terus terang meski dalam rapotan kali ini peringkat Dayyan naik menjadi peringkat pertama di kelasnya (sebelumnya selama 2 semester sebelumnya selalu peringkat 2) - tetapi untuk masuk sekolah YY - terutama jika ikut program boardingnya - testnya tidak hanya kemampuan nilai akademis, tetapi ada tes membaca kitab "arab gundul" - test baca tulis quran dan beberapa pengetahuan agama. Faktanya banyak saat Nadia test beberapa waktu yang lalu dan dari tahun ke tahun peserta program boarding tadi jumlahnya ratusan - hampir seribuan bahkan lebih - tapi yang bisa masuk pertahun hanya 50 orang.  

Menurut saya anak yang masuk program tersebut punya prestasi lebih dibanding siswa lainnya - yang semata-mata diterima karena nilai akademisnya.

Oleh karenanya jika ada sekitar 6  orang teman Nadia yang masuk diprogram tersebut saya kira sekolah layak memberikan apresiasi. Namun betapa terkejutnya saya, ketika sampai di rumah si Nadia menceritakan bahwa sang Kepala sekolah di beberapa kali kesempatan melakukan "demotivasi" kepada anak-anak yang dianggap pandai tetapi tidak masuk di sekolah XX. Tidak hanya melakukan demotivasi tetapi bahkan juga melakukan "demarketing" kepada lembaga pendidikan lain termasuk sekolah YY, bahkan merendahkan sekolah negeri tertua yang ada di Lawang.

Adapun ungkapan-ungkapan dari sang kepala sekolah kurang lebih seperti ini:

"...Ayo coba kamu tanya anak-anak yang sekolah di SMP favorit di Malang.. apa mereka mau masuk sekolah YY.. nggak ada... "

"... apa guru-guru itu masak bangga yang daftar 50 orang yang diterima di sekolah YY 35.. jelas saringan sekolah YY ini gak bagus..."

Efek dari pernyataan kepala sekolah tersebut membuat anak-anak yang sudah diterima di sekolah YY menjadi minder.

Yang lebih parah lagi kepala sekolah tersebut membuat anak yang belum menentukan pilihan untuk ke sekolah mana mereka setelah lulus menjadi galau..

Sekedar informasi, menjelang ujian nasional di sekolah Nadia ada program khusus yang terdiri dari 12 orang siswa yang selama 3 tahun belajar di sekolah tersebut nilainya selalu bagus (tiga besar di kelasnya) dan selalu konsisten. Tentu saja ke 12 anak ini dalam pandangan sekolah cukup spesial karena mereka yang terbaik diantara sekitar 300-an orang di kelas 9.

Nah sejak sebulan menjelang Ujian nasional - ke 12 anak ini mendapatkan latihan soal-soal yang kegiatannya hampir dilakukan setiap hari dan sampai menjelang maghrib.
Dan dari prediksi sementara ada 4 orang termasuk Nadia yang mendapat nilai 10 (sempurna) di mata pelajaran IPA.

Dari 12 orang ini, 3 orang sudah diterima di sekolah XX dan 3 orang di sekolah YY, 3 orang hendak melanjutkan di sekolah negeri lokal, seorang di SMKN dan  sisanya surabaya dan lainnya.

Ada yang hendak sekolah di Negeri tertua di lawang - yang cukup favorit untuk ukuran kabupaten Malang yang terdiri dari 33 kecamatan. Ada yang hendak ke Sekolah Kejuruan Negeri terbaik di kabupaten malang juga..dan seterusnya.

Anehnya - kepala sekolah ini tidak selalu mendemotivasi anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah di XX atau di sebuah sekolah di Jawa Barat sana sebut saja sekolah ZZ.

Karena seringnya sang kepsek melakukan hal tersebut ada temen Nadia yang mengeluh dan galau ketika mereka hendak memilih selain XX dan ZZ.

".. aku loh Nad, jadi bingung mau sekolah dimana..masa Pak kepsek bilang begitu..."

Tentu saya bisa merasakan kegalauan teman Nadia tadi..dan mungkin juga anda.

Unggulan/Favorit hanya Persepsi

Ya, benar masalah kreteria sekolah unggulan dan favorit adalah masalah persepsi.

Saya berkeyakinan seperti ini karena jauh hari sebelum Nadia masuk di sekolah YY, Nadia memang ingin masuk di XX. Sementara saya sendiri sebelumnya lebih suka Nadia sekolah di sekolah negeri lokal.

Ada beberapa pertimbangan mengapa saya ingin Nadia melanjutkan sekolah di sekolah negeri lokal :

Waktu itu Nadia belum selesai menghafalkan al Quran di pondoknya, karena jika sekolah di XX yang di Malang disana tidak ada program tahfid- jangankan tahfid wong saya sendiri sudah tanya dan diskusi dengan istri kepala pengasuh program boarding di sekolah XX yang waktu itu kebetulan teman satu ruangan dengan saya di kantor lama. Bahkan teman saya tersebut tidak merekomendasrikan untuk disekolah di XX kalau tujuan sekolah juga untuk meneruskan program tahfidz.

Jika sekolah di Malang maka harus juga memikirkan kos tetapi ini bukan pilihan yang mudah karena banyak pertimbangan lain. Yang paling mungkin adalah ikut program boarding atau ke pesantren di sekitar sekolah.

Selain kedua hal di atas yang pasti biasa harus memikirkan biaya hidup dan jajan dan transport..

Dan yang paling penting di sekolah XX itu uang masuknya bisa jadi belasan juta atau kurang sedikit.. (pengalaman dari tahun - tahun sebelumnya) dan SPP bulanannya relatif lebih mahal dibanding sekolah negeri di malang.  dan ada beberapa lagi.

Tetapi karena Nadia sangat pengen ke melanjutkan di Malang, maka saya mencoba mencari alternatif di sekolah YY, ada beberapa pertimbangan :

Di sekolah YY ada dua pengasuh yang hafal al Quran dan biasa menerima "setoran hafalan" dari anak-anak yang ingin menghafal quran secara mandiri - karena belum ada program tahfid.

Tahun ajaran baru 2016-2017 akan diadakan program tahfid bagi siswa/i yang berminat
Di sekolah YY - uang masuknya berdasarkan tahun-tahun sebelumnya lebih murah dari sekolah XX, selain itu karena saya pernah di sana saya dapat potongan sekitar 25 persen
Karena pernah beberapa tahun  di sana juga.. saya otomatis lebih kenal baik dengan guru-guru pengajarnya dan yang mengola program boarding..sehingga saya tidak segan meminta mereka membantu mengawasi Nadia selama belajar di sana..

Dan alasan lain yang semakin membuat saya dan istri lebih tenang menyekolahkan nadia di YY - karena sekitar beberapa hari setelah Nadia dinyatakan masuk di YY melalui jalur prestasi dan unggulan, kami mendapat undangan dari pesantren Nadia yang memberitahukan bahwa nadia sudah bisa mengikuti wisuda haflah khotmil quran 30 juz bil ghoib dan mendapatkan ijazah - artinya "secara administratif" ponpes Nadia sudah dinyatakan lulus.

 Alhamdulillah, meski tentu saja sebagaimana disampaikan pengasuh pondok tugas orang tua adalah selalu mendampingi dan mengingatkan agar Nadia tidak malas untuk sesering mungkin murajaah (mengulangi) hapalannya agar tidak hilang. Dengan alasan ini pula saya bisa "menitipkan secara khusus" kepada pengelola program agar membantu mengingatkan Nadia untuk senantiasa "setor" murajaahnya.

Begitulah, setiap orang tua akan mempunyai banyak pertimbangan ketika hendak mengijinkan anaknya melanjutkan ke sekolah tertentu.. dan bagi orang tua lainnya tentu ada pertimbangan yang lain lagi saat hendak mengijinkan anaknya memilih sekolah tertentu.. ternasuk seperti yang pernah saya tuliskan sebelumnya tentang "Sekolah khusus anak miskin dan bodoh" - bisa anda baca di postingan lain di blog ini.

Oleh karena itu sebaiknya justru guru khususnya kepala sekolah bangga dan menjadi supporter utama dan membanggakan jika murid muridnya bisa menyebar diberbagai lembaga pendidikan lain.

Sebagaimana kami dulu saat menjadi pengelola program kuliah setahun bagi anak-anak yang ketika lulus ingin segera memasuki dunia kerja.

Kami senantiasa bangga ketika ada anak didik kami diterima di sebuah perusahaan. Meski itu hanya perusahaan kecil atau rumahan - karena kami yakin bahwa setiap anak mempunyai hak untuk berhasil dan sukses "melalui jalannya sendiri-sendiri (sesuai bidang keahliannya)" sebab mustahil kita bisa menjadikan seseorang untuk berhasil sebagaimana yang KITA INGINKAN.

Bukankah tujuan pendidikan itu bukan semata-mata mengejar keunggulan akademik semata?

Bagaimana menurut anda?

****

Catatan:

- Sungguh saya berkali-kali berpikir untuk menuliskan hal ini, tetapi mungkin ada banyak orang tua di luar sana atau orang tua dari teman-teman Nadia/Dayyan yang berpikir tentang hal yang sama atau seperti kata guru saya Pak Agus Setyawan bahwa ekstrimnya sekolah "HANYA TEMPAT BELAJAR MENULIS DAN BERHITUNG" karena memang di kehidupan dan dunia kerja banyak hal yang ternyata tidak kita pelajari di sekolah justru dibutuhkan jadi apalah "makna keunggulan dan favorit" jika setiap orang punya parameter yang berbeda dalam menilainya?

Adapun jika data dan bukti foto tentang prestasi anak-anak saya dalam tulisan ini bukan untuk gaya-gayaan, tetapi hanya menegaskan meski anak saya punya peluang besar masuk sekolah yang menurut kepala sekolahnya favorit tetapi karena pertimbangan-pertimbangan di ataslah kami lebih memilih sekolah lain daripada preferensi sang kepala sekolah. Tentu akan berbeda jika saya menulis hal tanpa bukti-bukti tersebut, orang akan mengaggap bahwa karena anak-anak saya tidak layak (secara kemampuan akademik masuk sekolah XX) sehingga nyinyir di luar.

****
Update:
Pada akhir Juni 2016 - sekitar seminggu sebelum hari raya idul fitri ada spanduk ini di depan sekolahnya nadia..



Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Pantaskah Kepala Sekolah Melakukan Demotivasi?"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.