Testimoni: Antara Kebutuhan dan Etika.
Published
Minggu, 27 Desember 2015
|
0
komentar
Sebenarnya saya sudah lama banget pengen nulis masalah ini. Namum berkali-kali tidak jadi untuk menuliskannya, sampai ketika hari ini ada seorang teman yang memberikan tautan laman sebuah Daring yang menjual sebuah produk untuk kepentingan jualan. Setelah saya lihat sekilas tautan tersebut, langsung pandangan mata saya tertuju ke sebuah Testimoni dari seorang pengusaha muda yang cukup sukses di dunia Internet marketing.
Tiba-tiba saja saya kok jadi "kurang sreg" dengan produk tersebut, bukan karena saya tidak tertarik (jujur say pengen beli krn menurut saya harganya terjangkau) tetapi karena kok mas yang bertestimoni itu lagi-itu lagi.. bukan apa-apa.. lah saya ini kan langganan beberapa blog atau situs..dan sering dpt email penawaran produk saat mau atau launching pertama kalinya dengan harga - yang katanya lebih murah saat itu dibanding kalau produk tsb sudah habis masa promonya.. -
Yang membuat saya bertanya-tanya adalah, apa bener sih mas tersebut memakai tool produk2 tadi untuk menjalankan bisnisnya - yang katanya dg tool tsb bisa meningkatkan omzet beberapa puluh bahkan ratus kali lipat..
Kalau memang memakai, pertanyaannya apakah tool tool yang dia beri Testimoni tsb dipakai disemua bisnisnya atau setiap bisniis tool-nya berneda..
Pertanyaan selanjutnya, meningkatkan omzetnya itu dari berapa ke berapa apa hanya semata2 menggunakan tool yang ditestimoni tanpa menggabungkan dg tool yang lain?
Dan masih banyak lagi pertanyaan selanjutnya...tetapi dari bbrp pertanyaan di atas saja - saya sudah agak ragu kalo dia memakai semua tool untuk semua produknya (yang sayangnya produknya gak pernah disebutkan).. atau seperti kata temen saya jika tool tersebut hanya dipakai seperti "test drive" saja, bukan untuk waktu yang lama (permanen).
Atau juga seperti kata temen saya yang lain, bisa jadi si mas tadi diberi versi uji cobanya dr setiap produk itu, setelah dia pakai beberapa saat dia diminta bertestimoni... namun menurut saya masih ada yang perlu ditanyakan, spt pertanyaan2 saya di atas.
Begitu menurut saya, tetapi entahlah menurut pendapat yang lain. Selanjutnya, mungkin saja ada yang bertanya: "Jadi kalo begitu gak usah testimoni-testimonia-an, kalo punya produk?"
Menurut saya sih, Testimoni bisa jadi dibutuhkan jika memang benar-benar diberikan oleh sang pemberi Testimoni secara tulus, seperti yang dikatakan oleh Mas Arief Maulana yang kurang lebih, "Idealnya Testimoni itu bukan karena diminta, tetapi karena yang bersangkutan merasakan manfaatnya.." - karena Testimoni yang tulus insyaAllah membuat calon konsumen menjadi tertarik untuk menggunakan produk/jasa yang ditawarkan.
Akan tetapi Testimoni yang diberikan secara tidak tulus dan bahkan dibuat-buat dan disengaja untuk mendongkrak penjualan, saya yakin calon konsumen juga akan bisa merasakan.
Yang lebih parah lagi adalah jika Testimoni tersebut justru berupa "kebohongan atau kedustaan" yang mana sang pemberi Testimoni belum pernah mencoba atau benar-benar merasakan manfaatnya dari produk atau jasa tersebut, maka menurut saya ini sudah melanggar etika dalam muamalah jual beli..
Kondisi semacam ini - sebenarnya tak ubahnya seperti mereka yang sedang ikutan lomba menulis atau kontes di Facebook, kemudian membobardir friendlistnya - baik dia kenal atau tidak dg orang yang dia bom pesan-pesan - dengan permintaan "Like" atas tulisan yang dia buat.
Akhirnya seperti kata Guru saya Pak Agus Setiawan - bahwa juri yang paling adil adalah Waktu.. yaitu dengan melihat bagaimana perkembangan bisnis dari penjual jasa tersebut sekitar 4 tahun sebelum dan sesudah dia mengeluarkan produk yang penuh Testimoni tersebut..
Bagaimana menurut anda?
Tidak ada komentar: