Article

Pelajaran dari Deddy Corbuzier dan Hengki Kumayandi

Beberapa waktu lalu saya ngobrol banyak hal dengan seorang sahabat yang juga trainer. Satu di antara topik yang sempat kami bahas adalah tentang Deddy Corbuzier.

Sahabat saya ini, mengatakan, dia baru “ngeh” kalo Dedy Corbuzier (DC) ini adalah orang yang cerdas adalah ketika mulai menjadi Host acara Hitam Putih. Yang membuat kagum akan kecerdasan DC adalah cara DC memberi pertanyaan-pertanyaan kepada nara sumber di acara tersebut. Hampir semua pertanyaan DC “berhasil mengorek” hal-hal yang selama ini luput dari pemberitaan media.

Mendengar penjelasan ini saya jadi ingat ketika menyaksikan siaran tunda di youtube bagaimana DC mewawancarai Sule dan anaknya. Dari sana terungkap bagaimana sang anak begitu “kehilangan” Sule yang sangat sibuk sehingga mereka jarang bersama dan ternyata Sule pun mengakui hal yang sama sehingga sepasang anak bapak itu saling berpelukan menangis dengan disaksikan kamera.

Sungguh sebuah adegan yang mengharukan - yang tak akan kita temui dalam acara-acara yang diperankan Sule.

Selain kecerdasan DC dalam membawakan acara Hitam Putih, hal lain yang membuat sahabat saya harus mengakui kecerdasan DC adalah ketika DC menulis buku OCD - Obsessive Corbuzier Diet - sebuah tulisan DC yang didasarkan dari riset panjangnya tentang pola diet yang berdasarkan fakta-fakta temuan ilmiah tentang bagaimana tubuh dan pikiran kita bereaksi terhadap pola makan yang kita lakukan.


OCD ini tulisan mulanya ditulis dalam bentuk ebook dan di-GRATIS-kan - bagi siapa saja yang mau mengunduhkan.

Jujur sebelumnya saya tidak telalu perhatian ketika banyak teman-teman di FB share tentang hal ini, tetapi saya menjadi penasaran ketika suatu saat pergi ke Depok dan mendapati teman saya telah menjalani OCD ini dan merasa “berhasil’ - dari sana kami diskusi banyak tentang isi OCD dan bagaimana pengalaman orang-orang yang sudah mempraktikannya.

Yang menarik adalah saat ini OCD - yang sudah keburu tenar duluan dalam bentuk ebook - sekarang dicetak dalam bentuk hard copy. Yang saya tahu OCD ini menjadi perbincangan yang cukup seru baik dari yang pro maupun yang kontra. Dari yang memuji hingga membully.

Nah, sekarang apa kaitannya DC dan Hengki Kumayandi?

Hehe, emang gak ada kaitannya sih, cuma saya mengambil pelajaran penting dari kedua orang ini.

Hengki Kumayandi (HK) adalah seorang sahabat yang saya temukan di FB. Dia adalah asli orang Indonesia yang saat ini sedang merantau di Malaysia. Kami bertemu di grup PNBB - Proyek Nulis Buku Bareng. Yang saya tahu dari HK ini dia adalah seorang penulis yang produktif dan tulisan-tulisannya - kebanyakan karyanya adalah berupa cerpen dan novel. Suatu ketika kami sempat berdiskusi di FB dimana dia meminta pendapat saya tentang beberapa naskah novelnya yang “nganggur”.

Setelah berdiskusi kesana kemari akhirnya saya memberi saran untuk menggratiskan naskah-naskah novelnya tersebut dalam bentuk ebook, jika dia berkenan. Alhamdulillah yang bersangkutan setuju, maka dikirmlah naskah novel pertamanya yang berjudul VanLoon ke pengelola Pustaka-ebook.com . Evyta AR, yang mengelola situs tersebut menyambutnya dengan antusias maka dibuatlah cover dan ditata sedemikian rupa novel tersebut dan selanjutnya di publikasikan secara bebas di pustaka-ebook.com

Novel ebook Van Loon - ini rupanya mendapat tanggapan yang cukup bagus dari pelanggan setia situs Pustaka-Ebook.com - hal ini dibuktikan dengan tingginya angka pengunduhan dari naskah tersebut.
“Keberhasilan kecil” tersebut akhirnya semakin membuat HK bersemangat untuk menggratiskan naskahnya yang lain. Berbekal koloborasi dengan beberapa orang, mulai desain cover, editing dan masukan maka terbitlah Novel Ebook kedua HK di Pustaka-ebook.com -

Novel ebook kedua yang berjudul “Tell Your Father I’m Moslem” (TYFIM) ini, ternyata membawa keberkahan tersendiri -

yang pertama, hits dari jumlah pengunduh bisa menembus angka 1000 lebih, tentu ini sebuah prestasi yang cukup manis bagi seorang penulis yang “bukan siapa-siapa’

Kedua, apreasi dan umpan balik dari pembaca TYFIM - sungguh membuat saya semakin yakin bahwa HK adalah memang benar-benar penulis yang berbakat yang insyaAllah suatu saat nanti tidak hanya dikenal karya-karyanya di dunia maya, tetapi di dunia juga nyata.

Ketiga, meski jujur saja, saya bukan termasuk orang penggemar cerita fiksi, tetapi membaca naskah TYFIM ini saya jadi tahu bagaimana HK berhasil merangkai kalimat-kalimat yang hidup dan bisa membawa pembacanya hanyut dalam alur cerita yang dia susun. Tentu ini bukan perkara mudah bagi seorang penulis amatir.

Keempat, suatu ketika, saat HK memberikan kabar gembira kepada saya tentang ketertarikan seorang editor dari penerbit mayor untuk menerbitkan naskah TYFIM dalam bentuk hard copy (cetak) - semakin memperkuat “teori saya” bahwa saat ini adalah era yang sangat-sangat berbeda dengan beberapa tahun yang lalu.

Sekarang ini diera internet yang semakin mudah diakses dari berbagai macam perangkat, adalah jaman dimana istilah “Zero to Hero” itu memang benar-benar nyata dan bisa dicapai semua orang, asalkan dia mau dan bekerja keras untuk itu. Sudah ada banyak contoh tentang hal ini, di berbagai bidang, tidak hanya dunia tulis menulis saja.

Rumusnya adalah sederhana, “Contribute, contribute, contribute!” atau “Beri, beri, beri!” semakin banyak kita berkontribusi hal-hal yang baik dan positif tanpa rasa takut akan karya kita dibajak dan dijiplak oleh orang lain, maka akan ada waktunya orang tersebut akan mengakui karya-karya kita.

Tentu sekali lagi, ini bukan hal yang mudah bagi kita yang masih menggenggam mindset lama, dimana kekhawatiran akan dicurinya karya-karya kita oleh orang lain.

Saya jadi teringat ketika memberikan ide ini kepada teman-teman penulis di kota Malang beberapa tahun lalu, mereka bertanya,
“Kalo naskah kita dibajak kan rugi, kita sudah bersusah payak menulis mereka membajak karya kita seenaknya.”

Saat itu saya jawab,
 “Emang kalian ini siapa? Apa kalian orang sudah jadi penulis terkenal sehingga karya-karya kalian diburu banyak orang dan dibajak? Bukankan justru dengan banyaknya orang yang mengunduh dan bahkan membajak karya kita, berarti mereka mengakui bahwa karya-karya kita adalah karya yang baik dan bermanfaat sehigga mereka perlu mengunduh bahkan menyebarkannya?”

Sebagai penutup saya memberikan cerita tentang Leo Babauta yang beberapa tahun dinobatkan sebagai Blogger of The Year oleh Majalah Time, yang unik dari Leo ini adalah dia tidak peduli orang membajak dan menyebarluaskan tulisan dan ebook-ebooknya. Saking ekstrimnya dia membuat 2 tulisan yang cukup menghentak berjudul “OpenSource Blogging” dan “ Please Feel Free to Steal My Content” - dan efeknya bukan malah tulisan-tulisan tidak disukai orang, justru pelanggan setia blognya (melalui fasilitas Email Feed Reader) mencapai angkat ratusan ribu hingga jutaan.

Begitulah pelajaran yang saya ambil dari kedua orang DC dan HK - eh tiga ya dengan si Leo juga!

Lalu menurut anda bagaimana?

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Pelajaran dari Deddy Corbuzier dan Hengki Kumayandi"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.