Article

[Personal Branding] Menjadi Diri Sendiri vs Personal Branding


Ketika saya menulis artikel “Makin Eksis Dengan Sosial Media” (baca tulisannya di sini http://tinyurl.com/fbeksis    ) ada sebuah komentar yang menggelitik saya, yang kurang lebih bunyinya begini: “Personal Penting, Tetapi menjadi diri sendiri adalah lebih penting”

Well, setiap orang memang boleh berkomentar menurut persepsinya tetapi saya hendak menjelaskan tentang serial yang saya tulis ini. Oke mari kita lihat definisi personal branding dulu. Pertama saya ambilkan dari Wikipedia, disana dikatakan,

“Personal branding is, for some people, a description of the process whereby people and their careers are marked as brands.[1] It has been noted that while previous self-help management techniques were about self-improvement, the personal branding concept suggests instead that success comes from self-packaging.[1] Further defined as the creation of an asset that pertains to a particular person or individual; this includes but is not limited to the body, clothing, appearance and knowledge contained within, leading to an indelible impression that is uniquely distinguishable..”
Kurang lebih artinya begini, Personal branding adalah, bagi sebagian orang, dideskripsikan sebagai proses dimana orang-orang dan karirnya akan dikenal sebagai mereknya
[Misalnya anda ingin berkarir menjadi seorang penulis yang bergenre komedi seperti Hilman dengan Lupusnya atau Raditya dengan Kambing Jantannya, tentu anda ingin dikenal sebagai penulis komedi. Dan hampir semua orang tahu tentang  Hilman dan Raditya sebagai tukang banyol. Tentu tidak oke kalau tiba-tiba ada yang bilang, “Oh.. . itu si Raditya penyanyi dangdut itu khan?”]
Sebelumnya di dalam buku-buku selp help konsep personal branding diibaratkan sebagai hasil dari self improvement (pengembangan diri).  Akan tetapi selanjutnya personal branding tersebut didefinisikan sebagai penciptaan aset yang berhubungan dengan orang tertentu (orang terkenal seperti seleb atau polotikus) atau perorangan/individu. Hal itu tidak semata-mata terbatas pada penampilan (pakaian dan tubuh) dan pengetahuan yang dimiliki, yang memberikan kesan yang mendalam bahwa orang tersebut  unik dan berbeda dari yang lain.
Nah  sekarang anda bisa membaca sendiri bahwa aslinya konsep personal branding ini bukan semata-mata melakukan tebar pesona dan penuh pencitraan diri dengan alasan menutup-nutupi kelemahan yang dimiliki seseorang sebagaimana tebar pesona dan pencitraannya par atokoh parpol.
Kembali kepada judul tulisan di atas, sedikit mengomentari pernyataan yang sering kita dengar “ Menjadi diri sendiri”  saya cuman ingin menukilkan sedikit bahasan tentang hal ini dari buku Kripik untuk Jiwa karangan sahabat saya Nur Muhammadian bisa dibaca di link ini  http://motivasihidupsukses.wordpress.com/2011/10/12/motivasi-14/  - Intinya boleh-boleh saja kita menjadi diri sendiri, asal hal itu baik – baik bagi diri kita maupun baik bagi lingkungan kita, kalo tidak mending menjadi yang lebih baik dan lebih bahagia.
Dalam kasus menulis, tentu saja anda lebih baik menulis sendiri – menciptakan brand sendiri, kalo perlu menciptakan genre tulisan sendiri, tetapi masalahnya kita kadang masih dalam tahap belajar dalam tahap berkembang kemudian kita menulis sebuah karya – katakan cerpen atau novel. Kemudian anda publikasikan di media, entah online atau offline, lantas berdatangan komentar yang beberapa diantaranya adalah penulis terkenal dan sudah banyak berkarya. Si pengarang terkenal ini kemudian memberikan masukan pada karya anda agar lebih baik dan lebih berbobot. Nah apakah saat itu anda akan mengatakan, “Ah tidak, itu kan pendapat anda, saya ingin menjadi diri sendiri, aja. Saya ingin menulis sesuai keinginan saya sendiri, gak peduli orang mau suka atau tidak…!”
Well, sekali lagi no problemo, anda bisa saja tidak menerima semua masukan itu, karena anda ingin menjadi diri anda sendiri. Akan tetapi bagaimana jika situasinya dibalik. Misalnya begini anak anda sedang menulis sebuah cerita buat tugas sekolahnya, kemudian dia menyodorkan kepada anda untuk dimintai pendapat. Anda merasa bahwa banyak sekali logika yang gak nyambung antar paragraph dalam tulisan anak anda, anda menyarankan agar membenahi beberapa hal agar nyaman dibaca. Kemudian anak anda menjawab, “Biarlah gak usah dibetulin, aku lebih suka karyaku yang asli…,!”
Hmm, saya kira dengan contoh yang ekstrim di atas anda bisa memahami yang saya maksudkan.
Lantas hubungannya dengan Personal branding yang saya bahas dimana?
Sebenarnya saya sudah membahasnya pada tulisan sebelumnya – bisa di unduh di http://tinyurl.com/a8xyr5a   - kemudian baca tulisan ke # 13 yang berjudul Integritas.
Intinya personal branding bagi saya adalah juga menyangkut integritas. Integritas dalam semua hal, termasuk dalam berkarya. Kita tidak bisa menutup-nutupi karya kita yang ecek-ecek dengan melakukan iklan bagus dan bombastis. Atau contoh sederhananya kita  mengikuti sebuah even lomba yang diadakan di Facebook, kemudian penilaiannya dilakukan dengan sebanyak-banyaknya tanda suka (Jempol/Like) dari tulisan kita. Lalu kita berkampanye dengan nge-wall dan nginbox teman-teman kita agar men-jempol tulisan kita. Ah, kalo cara menang kita seperti itu maka kita tak ubahnya dengan blantik (makelar) kambing di musim hari raya kurban (baca tulisan saya tentang hal ini di http://tinyurl.com/fbpowel ]
Nah mudah-mudahan dengan membaca tulisan-tulisan saya yang sebelumnya anda memahami konsep branding yang saya tulis secara utuh.

****

NB: Mohon maaf kali ini tulisannya rada ngilmiah pake referensi wikipedia segala hehehe
Tulisan saya yang lain bisa dilihat di http://hmcahyo.blogspot.com  dan http://inspirasimenulis.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "[Personal Branding] Menjadi Diri Sendiri vs Personal Branding"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.