Article

Maulid-an 30-an Tahun yang Lalu




Tidak seperti biasa, masjid yang kalau sholat maghrib berisi satu shaf atau sekitar maksimal 15 orang sore itu berubah jadi ramai. Sebagian aak-anak yang biasanya nyaris tidak pernah ke masjid datang juga. 

Ya, tadi malam di masjid ada acara maulid-an. Sehabis sholat maghrib ada pembacaan sholawat Nabi, dan setelah sholat isya ditutup dengan taushiah dari pimpinan Pondok Tahfidz, Ustadz Ibrahim. 

Setiap menghadiri acara maulidan, saya selalu terkenang saat-saat saya masih kecil, seusia Habib/Dayyan saat ini. 

Kala itu di kampung saya, jangankan masjid, mushollah saja belum ada. Tapi Alhamdulillah ada salah satu warga mengikhlaskan rumahnya yang tidak dipakai untuk dibuat tempat ngaji. Gurunya adalah Mbah Kahad, seorang veteran pejuang kemerdekaan [semoga Allah memberikan tempat terbaik baginya di alam kubur]. Saat itu, belum ada metode Iqra atau Qiraati, yang ada metode Al Baghdadi yang saya masih ingat An, in, un, ban, bin, bun, 

Dari beliaulah, alhamdulillah, saya bisa menghapalkan hampir sebagian besar surat-surat yang ada di Juz Amma [duh saya benar-benar iri dengan beliua, betapa pahala senantiasa mengalir padanya meski sudah tidak di alam dunia. Coba berapa kali sehari saya baca fatihah dan surat-surat dalam juz amma, belum lagi murid yang lainnya ah Benar sekali Rasulullah s.a.w yang berpesan, sebaik-baik kalian adalah yang belajar al Quran dan mengajarkannya].

Saya, juga masih ingat, betapa saya sering kena hukuman kalau tidak hapal sebuah surat pendek yang sudah di ajarkan, atau kalau saya datang telat gara-gara bermain layang-layang di sawah. Hukumannya cukup khas, menganggat dingklik atau bangku untuk membaca quran, dengan bertumpu satu kaki sementara kai lainnya diangkat. Ya, lumayan pegel juga, apalagi harus sambil nderes, hapalan. Kadang saya ketawa kalau ingat, karena hukuman itu mengingatkan saya pada film-film silat china dimana para shaolin berlatih dengan mengangkat beban dengan hanya bertumpu pada satu kaki. 

Perayaan maulid-an, saat itu begitu menyenangkan. Masing-masing santri biasanya membawa kue atau buah-buahan yang diletakkan di cobek tanah. Ya, kalau pas peringatan maulid-an banyak sekali penjual cobek tanah di pasar. Tapi sekarang sepertinya sudah mulai berkurang tradisi itu. Semua bawaan santri itu dikumpulkan, kemudian dicampur jadi satu, kemudian dibagi lagi ditaruh di atas cobek-cobek tanah tadi sehingga dalam satu cobek ada kue dan buah. 

Setelah acara pembacaan sholawat nabi, buah-buahan dan kue tadi dibagikan.
Sebelum membagikan itu, ada satu ritual yang sampai saat ini saya nggak tahu maksudnya. Yaitu meleparkan salah satu cobek tanah tadi ke halaman luar hingga pecah dan membaca sholawat. 

Ada kejadian lucu, setelah ritual itu dilakukan oleh mbah Kahad, saya segera berlari pulang tanpa menghiraukan apakah mendapat bagian kue/buah. Sampai dirumah saya menangis meraung-raung. 

Ada apa? tanya ibu kebingungan. 

Itupunyaku jawab saya 

Punyamu, apa? Kenapa ? 

Cobekku, dilempar sampe pecah.. sama Mbah Kahad huhuhuuu. 

*****
PS: 

Cobek tempat untuk membuat sambal dan menghaluskan bumbu buat masakan.

gambar diambil dari sini













Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Maulid-an 30-an Tahun yang Lalu"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.