Article

To Live and Die [TLAD] @ SMANELA # 9 : Anjing dan Kucing # 2

Lanjutan cerita yang lalu….

Tentu saja Bu Guru kaget karena tidak menyangka anak yang dari tadi membersihkan papan tulis tiba-tiba nyelonong tepat disamping kirinya. Secara reflek bu guru mengambil bulu-bulu yang ada di samping meja guru dan hendak memukul si Rimba yang dengan gesit sudah menghindar.

Bu guru berdiri sambil membawa bulu-bulu atau kemucing dan mengejar Rimba. Rimba-pun menghindar lagi masuk menuju sela-sela bangku yang ada di depannya, sementara Bu guru tetap hendak memukul Rimba yang berusaha menghidar, tentu saja seisi kelas jadi gaduh..

Melihat kegaduhan yang disebabkan bu guru mengejar Rimba, si Peyok sang ketua kelas berkomentar,..

”Wah kejar-kejaran kayak anjing dan kucing saja…”

Kontan se-isi kelas jadi terpingkal-pingkal. Sementara Bu guru jadi semakin geram dan dengan marah bilang,

Rimba kamu keluar atau saya yang keluar…”

Mendengar amarah Bu Guru anak-anak terdiam sejenak..

Ayo kamu keluar,  kalau tidak saya keluar saat ini..” kata Bu Guru sambil membalikkan badan hendak kembali ke mejanya.

Melihat suasanya genting ini, sang ketua kelas meminta, Rimba keluar..

”Wes, Mba, keluar-o sana, kasihan loh Bu Guru..” katanya dengan nada yang bijak.

”Iya…Mba… kamu keluar dulu aja, deh.. kita khan masih pengin pelajaran…” seru temen-temenya sok rajin.

Ya… Bu.. jangan pergi saya saja yang keluar ..” seru Rimba sambil beranjak keluar kelas.

Setelah Rimba keluar, Bu Guru memberi warning travel – eh kok kayak pemerintah Amerika aja -  maksudnya memberi peringatan kepada anak-anak agar tidak rame lagi dan mengerjain dirinya,

”Gimana, kita bisa lanjut pelajaran?” tanya beliau

”Ya Buuuuuuuuuuuuuuuuu…lanjuuuuuuuuuuuuuut…” jawab se-isi kelas.

”Baik, sekarang saya akan menerangkan tentang manfaat kacang-kacangan yang bisa digunakan untuk berbagai macam masakan… kalian catat yang memang perlu…”

Selama beberapa saat kelas menjadi hening dan Bu guru bisa menjelaskan dengan tenang. Tapi ketenangan bukanlah ciri kelas 1-4 yang menyukai kreatifitas dalam kegaduhan, setiap kesunyian berarti kematian kreatifitas… hehehe.. Maka ketika Bu Guru asyik menerangkan..

”Nggiiiiing….ngiingg…ngiiingg….” terdengar suara menirukan nyamuk.

Plak…” terdengar suara tangan beradu.

”Ada apa sih?” tanya bu guru yang mulai merasa terganggu lagi.

”Nyamuk Bu...’ si Nanang Engkus menjawab sambil.. sekali lagi menepukkan tangannya ”Plak…” sementara teman-teman yang lain untuk sejenak terkesima dengan kreativitas Nanang. Tapi sejenak kemudian faham dengan apa yang harus dilakukan.

Iya Bu… habis pada tidur jadi banyak nyamuk…” jawab seorang siswa dari pojok kanan.

”Nggiiiingg…. ngginggg… ngiiinggiiingg…” tiba-tiba.. terdengar suara menirukan nyamuk dari berbagai penjuru kelas. Dan suara tepukan tangan mengusir nyamuk juga terdengar dimana-mana.

”Plak..plak..plak…plak..plak”

Kepala Bu Guru berdenyut..denyut… ” Diaaaaaaaaaaaaaaam!” teriak Bu Guru.

Seketika suara gaduh di kelas berhenti. Sementara Bu Guru duduk menenangkan diri sambil duduk di meja guru. Untuk beberapa saat suasanya kelas 1-4 menjadi beku. Anak-anak tidak ada yang berani bersuara. Tetapi

”Tok..tok..tok…” terdengar suara pintu diketuk dari luar.

Sejenak tidak ada yang berani beranjak. Si Peyok sang ketua kelas yang duduk dekat pintu masuk melihat pada Bu Guru meminta persetujuan untuk membuka pintu. Setelah dirasa Bu Guru menyetejui Peyok berdiri menuju pintu dan membukanya.

”Bu…. saya sudah keluar, boleh masuk lagi khan?” kata seseorang begitu dibukakan pintunya.

Bu Guru dan anak-anak yang dari tadi terdiam sedikit terperanjat, mendengar suara itu. Setelah tahu siapa yang mengucapkan kalimat tadi, anak-anak langsung cekikikan lagi. Rupanya Rimba telah kembali, dengan rambut sudah segar dibahasin air, khas penampilan anak-anak kalo mau masuk kelas setelah istirahat pasti mandi ju**** eh.. cuci muka dan membasuh rambutnya.

Wajah Bu Guru jadi merah lagi.

”Sudah… saya keluar saja” katanya sambil berkemas mengambil buku-buku di atas meja guru dan berdiri menghadapkan tubuhnya hendak keluar pintu.

Rimba yang masih di depan pintu, dan belum juga duduk, jadi melongo..

”Bu… jangan pergi..Bu… jangan Bu…” seru anak-anak perempuan. Tetapi bu Guru tidak menghiraukam  himbauan anak-anak beliau tetap melangkah keluar ruangan.

Rimba yang masih di depan pintu dengan sigap menghalangi Bu Guru keluar dengan membentangkan kedua tangannya memegangi sisi kiri-kanan kusen pintu, begitu juga kaki-kakinya dibentangkan memenuhi pintu ruangan, jadi praktis seluruh celah pintu tertutup.

Bu Guru berusaha mendorong Rimba agar dia keluar, tetapi dia tetap menghalanginya dengan kuat. Bu Guru sudah kehabisan kesabaran dan kekuatan utnuk menahan marah. Air matanya tumpah.

”Rimba… biarkan Ibu keluar…” katanya di sela-sela tangis. Rimba bersih kukuh.. suasana kelas jadi gimana gitu yang laki-laki tetap gaduh, yang perempuan berempati pada Bu Guru.

Peyok, ketua kelas yang bijak, segera mengambil alih dan mengendalikan suasana. Dia mendekati Rimba..

”Sudah Mba…. kamu masuk aja.. biar Bu Guru ke luar…”

Segera Rimba melepaskan cengkeraman tangan dan kakinya pada kusen pintu. Dan begitu Rimba menyisih dari tangah pintu, Bu Guru menghambur keluar sambil tersedu-sedu.

Peyok kembali ke tempat duduk.. sementara anak-anak perempuan pada ngedumel menyalahkan ulah anak laki-laki.

******* SELESAI ******

PS:

Atas nama alumni kelas 1-4 SMANELA tahun 1988 – saya mengucapkan permintaan maaf kepada ibu guru kami, maafkan saya dan teman-teman saat itu!

****

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "To Live and Die [TLAD] @ SMANELA # 9 : Anjing dan Kucing # 2"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.