Article

Inspring People: Orang-Orang ”Tak Biasa” Yang Luar Biasa

Tangan Kanan Diamputasi, Rejeki di Tempat Reparasi

Keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk bekerja keras dan sukses. Di Malang, banyak orang-orang yang mampu berbuat lebih di tengah cacat fisik yang dimilikinya. Mereka pun mampu hidup mandiri, bahkan sukses dari sisi materi.
Namanya tak terlalu panjang; Amin Azis. Orang-orang di sekitarnya biasa memanggilnya Cak Azis. Pria 43 tahun warga Kelurahan Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang, ini adalah salah satu dari sekian orang yang ”tak biasa” dari sisi fisik alias cacat fisiknya. Namun Azis tergolong sukses menekuni jasa servis barang elektronik.
Sejak masih duduk di bangku SMP, Azis sudah harus kehilangan satu pergelangan tangan kanan. Pergelangan itu diamputasi karena hancur akibat letusan mercon yang ia nyalakan sendiri.
Dengan usaha berbendera Azis Elektronik, pria asal Blitar itu berhasil memperoleh kepercayaan masyarakat yang butuh jasanya. Setidaknya, warga dari kawasan Kedungkandang sudah cukup kenal dengan keahlian bapak dua anak ini dalam urusan reparasi barang-barang elektronik. “Siapa bilang Mas saya sudah sukses. Sebenarnya masih belum apa-apa,” jawab Azis merendah.
Azis boleh saja mengatakan dirinya belum sukses. Namun dilihat dari kondisi rumahnya, tergolong cukup besar. Rumah seluas sekitar 250 meter persegi yang berada di pinggir Jalan Raya Kiai Parseh, Bumiayu, itu hasil jerih payahnya menekuni jasa reparasi elektro selama 17 tahun. Di kawasan ini, rumah seluas itu sudah tergolong rumah menengah ke atas.
Meski hanya dengan satu tangan kiri, ia tidak merasa kesulitan melayani servis yang cukup banyak dari pelanggan. Hampir tiap hari, ia harus menyelesaikan tiga sampai empat barang elektronik. Baik berupa televisi, radio, komputer, maupun DVD player. Semua itu ia kerjakan sendiri karena ia tidak memiliki karyawan.
Terlihat di ruang kerjanya tumpukan TV, tape, monitor komputer yang belum direparasi masih berjajar. Juga ada puluhan barang elektronik yang sudah selesai, namun belum diambil pelanggannya. “Usaha seperti saya ini kan tidak cukup modal keahlian, tapi juga modal kepercayaan. Bagaimana ada yang mau reparasi kesini kalau mereka sudah tidak percaya dengan saya,” terang Azis.
Kepercayaan memang menjadi modal utama Azis menjalankan usaha tersebut. Sejak masih magang di salah satu tempat reparasi elektro di Kesamben Blitar tahun 1987, ia sudah banyak mendengar keluhan dari pelanggan yang kecewa dengan usaha jasa seperti yang ia jalani itu. Yakni mulai dari mengganti suku cadang elektronik, padahal belum rusak, menukar suku cadang dengan yang murah, hingga tidak menepati waktu. “Saya banyak belajar segala hal tentang usaha reparasi ini ya waktu magang itu. Jadi saya pelajari segala seluk beluknya,” jelasnya.
Sebelum memilih terjun ke dunia elektronik sejak sekolah di STM Blitar, Azis sudah mencoba berbagai usaha yang akan dijadikan pegangan hidup nantinya. Di antaranya, belajar bercocok tanam, mencangkul, dan reparasi motor. Namun ternyata ia lebih merasa cocok di jalur elektronik. “Mungkin elektro ini lebih sesuai dengan kondisi fisik saya ini. Sebab untuk pekerjaan lain sepertinya butuh fisik yang sempurna,” kenang dia.
Yang disyukuri Azis, hingga kini adalah dirinya tidak pernah merasa minder sejak tangannya diamputasi. Padahal waktu kehilangan satu tangan itu, ia masih berusia 10 tahun. Azis kecil juga berkumpul dan bermain seperti biasa dengan rekan-rekan sebayanya. Tidak pernah mengurung diri dalam kamar karena merasa ada yang kurang secara fisik.
“Prinsip saya, jangan pernah minder. Kalau orang lain bisa melakukan, maka saya juga harus bisa. Itulah yang membuat saya tegar setelah peristiwa ledakan mercon di Hari Raya Idul Adha itu,” urai Azis.
Keahlian di bidang elektro ini bagi Azis bukan karena bakat. Sejak kecil ia tidak punya dasar di bidang elektronik. Darah elektronik juga tidak ada dari kelurganya. Karena ia mulai memegang solder sejak STM.
Karena itu, ia cukup yakin bahwa kemampuan mengotak-atik suku cadang elektronik itu lebih karena ketekunannya selama tiga tahun magang di salah satu usaha jasa reparasi elektro itu. “Saya tidak setuju dengan istilah bakat. Karena orang sukses bukan karena bakat, tapi ketekunan dan konsisten dalam satu pekerjaan,” terang suami dari Sutrima ini.
Modal magang tiga tahun sudah cukup bagi Azis untuk membuka usaha sendiri. Mengawali usaha dengan buka reparasi sendiri di Kesamben, Blitar, Azis semakin matang. Setelah tiga tahun mandiri, ia ingin mengembangkan usahanya ke Kota Malang.
Maka dipilihlah Bumiayu, Kedungkandang, untuk mengadu nasib sejak tahun 1991. Kali pertama datang di Malang, ia berjuang untuk meyakinkan tetangganya bahwa dirinya memiliki keahlian reparasi. Lambat laun usaha semakin maju dan memiliki banyak pelanggan. Dan sejak tahun lalu, dari hasil jerih payahnya itu, ia mampu memiliki rumah sendiri yang cukup besar di Bumiayu.
“Alhamdulillah, saya cukup bahagia dengan semua ini. Selama buka usaha, saya juga tidak pernah ada masalah dengan pelanggan. Ke depan saya ingin melengkapi usaha ini dengan toko peralatan elektronik. Sekarang masih mengumpulkan modal,” kata dia. (abm/war)
Sumber Radar Malang [ Selasa, 13 Oktober 2009 ]

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Inspring People: Orang-Orang ”Tak Biasa” Yang Luar Biasa"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.