Article

Marhaban Ramadhan: Jalan Kecil Menuju Surga

Sejak resmi diangkat menjadi takmir masjid di kampung, saya mencoba menikmati tugas-tugas menjadi takmir.
Menjadi takmir di tempat kami, mungkin tidak sama dengan menjadi takmir di masjid-masjid besar lainnya – yang konon untuk menduduki posisi takmir harus melalui perjuangan dan perebutan – kayak mau jadi ketua parpol saja :D
Tetapi di tempat saya, para pendahulu saya ternyata banyak yang tidak betah menjadi takmir. Buktinya meskipun nama-nama mereka ada tetapi tidak ada yang muncul di masjid. yang aktif cuma 4 orang. Dan yang aktif berjamaah Cuma 2 orang takmir dan yang aktif menjadi takmir sekaligus marbot cuma satu orang.
Setelah salah satu diantara takmir tersebut berhalangan tetap dan akhirnya meninggal – maka saya diminta ikut bantu-bantu jadi takmir. Posisinya cukup keren kalo dalam sebuah organisasi besar sekretaris :D
Bulan ramdhan ini adalah bulan bertugas saya yang pertama kali.
Tugas yang paling rutin adalah membuka masjid sebelum adzan magrib tiba, dan yang paling pasti adalah mencuci piring, gelas dan sendok untuk peralatan berbuka
Ya, karena tidak ada marbot yang lain, maka saya jadi tukang cuci piring.
Mudah memang kelihatannya, tetapi saya sangat terkejut ketika dibukakan ruangan di sebelah tempat imam – ternyata banyak sekali piring, gelas, sendok dan nampan kotor di sana. Yang lebih ajaib lagi ada beberapa piring yang masih tersisa beberapa makanan di sana; petis yang memfosil dan beberapa potongan tahu goreng dan penganan lainnya.
Tahukah anda, berapa lama peralatan makan tadi teronggok kotor seperti itu?
SETAHUN!
Ya, SETAHUN! Karena itu adalah peninggalan sisa-sisa makanan dari bulan ramadhan tahun lalu :D
Upps.. hari pertama ramadhan saya dan istri kerja bakti membersihkan semuanya.
Hari-hari selanjutnya, sehabis sholat maghrib atau shubuh saya membersikan semua barang yang kotor tadi.
Setelah berjalan sekian lama ternyata saya bosan juga jadi marbot. :D
Dalam hati saya bilang,
“Wah enak sekali orang-orang itu… datang ke masjid, sholat, tarawih, tadarus …. sudah …. pulang…”
”Wah ternyata pekerjaan yang kelihatan sepele itu ternyata berat,” batin saya
Saya jadi teringat dengan Mbah Kahad – semoga Allah SWT memberikan tempat yang terbaik baginya — yang menjadi perintis berdirinya musholah dan akhirnya jadi masjid di kampung saya.
Betapa beliau di masa tuanya dihabiskan untuk benar-benar menjaga dan merawat serta memakmurkan masjid. takmir sekaligus marbot!
Hebatnya lagi beliau melakukan itu sendirian!
Setiap hari menyapu, mengepel lantai, dan setiap jum’at mengeluarkan karpet dan menjemurnya. Sesekali karpet yang kotor dan berdebu dia cuci. Begitu setiap waktu..
Kalau bulan ramadhan begini, beliau yang menyiapkan takjil yang beliau bawa dari rumah atau dari sumbangan jamaah. Jika waktu tadarus beliau yang paling akhir pulang dan menutup semua pintu masjid.
Dan yang sekarang baru saya sadari – beliaulah yang mencuci gelas, piring dan sendok yang kami pakai untuk buka atau makan ketika tadarus!
Ah, saya jadi malu!
Saya belum seberapa dibanding beliau.
Jika akhir ramadhan dan ketika masjid menyelenggarakan sholat iedul fitri beliau juga yang menyiapkan semuanya.
Jika idul adha – beliau juga yang jadi pemimpin dalam penyembelihan hewan kurban.
****
Mungkin sudah hampir 10 tahun beliau meninggal
Indah sekali ketika beliau meninggal.
Saat itu hari raya idul adha. Setelah menyembelih hewan kurban beliau merasa pusing dan ingin istirahat sejenak. Sesampai di rumah beliau berbaring dan tidak pernah bangun lagi.
Ya, Mbah Kahad guru ngaji saya ketika kecil, meninggal setelah menunaikan tugas mulianya sebagai seorang takmir merangkap marbot.
Saya terkadang berpikir, betapa mudahnya beliau meninggal. Tidak seperti orang-orang lain yang terkadang harus sakit karena dimakan usia, sebelum mereka meninggal.
Apakah Allah mempermudah beliau karena dedikasinya terhadap masjid yang begitu tinggi?
Bisa jadi!
Saya jadi teringat, bukankan dalam sebuah hadits diceritakan ada seorang pelacur yang masuk surga hanya gara-gara memberi makan seekor anjing yang kehausan!
Ah… betapa kebajikan kecil dan sepele yang kita lakukan dengan ikhlas bisa mengantarkan kita ke surga.
Ayo, jangan segan-segan melakukan kebaikan, walau dianggap remeh oleh orang lain.
****
Artikel ini ditulis untuk kampanye
Indonesians’ Beautiful Sharing Network
Sebuah ajakan berbuat sedikit kebaikan melalui blog kita.
Pengin gabung?
Ambil bannernya dari sini:
http://cantigi.wordpress.com/ibsn

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Marhaban Ramadhan: Jalan Kecil Menuju Surga"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.