Article

Sekolah Khusus Siswa Bodoh dan Miskin

Sore itu sebelum pulang, Pak Tukang yang sedang bekerja di rumah sempat bincang-bincang seputar pendidikan (sekolah) anak-anak:

"Anak kulo sing nomer kalih, rapot-e sae-sae. Kalian gurune dipun daftaraken teng sekolah XYZ (sekolah favorit) Malang.. sampun ditrami, tapi mboten sios, wong mlebetipun, kulo disuwon arto sekawan ewu. Lanjeng kulo sekolahaken mriki mawon, sing celak griyo.. lah larene mangke pengen kuliah, sak ini taksih kelas kalih.. tapi mboten semerap..dos pundi mangke nek badhe kuliah.."
 

"(Anak saya yang nomor dua nilai rapotnya bagus-bagus. Sama gurunya kemudian didaftarkan di SMA XYZ di Malang, diterima, tetapi karena uang masukknya saya diminta empat ribu [4 juta-red], akhirnya nggak jadi, dan saya sekolahkan yang dekat rumah saja.. Nah, anaknya nanti pingin kuliah, sekarang masih kelas dua, tapi saya gak tahu gimana [biayanya] kalau harus kuliah...)
 

******
 

Tahun ajaran baru mulai sekitar bulan juli 2016 yang akan datang, tetapi sejak awal tahun 2016 sudah banyak sekolah-sekolah yang dianggap favorit sudah melakukan penerimaan siswa baru. Bahkan beberapa sekolah sudah menutup penerimaan siswa begitu menginjak bulan ke 3 di tahun 2016.
 

Fenomena ini..sudah terjadi beberapa -tahun terakhir , akibatnya "meresahkan" sebagian masyarakat, karena ujian akhir nasional saja belum dilaksanakan, tetapi secara "de jure" beberapa siswa yang umumnya punya prestasi akademik dan non akademik..sudah menjadi siswa di jenjang sekolah yang lebih tinggi.
 

 Menindaklanjuti fenomena seperti ini maka beberapa pemda/kot mengantisipasinya dengan membuat aturan agar sekolah-sekolah negeri melakukan penerimaan siswa baru secara serempak dan bahkan secara online. Namun beberapa sekolah favorit masih "mengabaikan" hal ini, dengan memodifikasi "jalur penerimaan siswa baru" dengan dua jalur, jalur prestasi (akademik + non akademik) dan jalur reguler.
 

Jalur yang pertama dilakukan mendahului jadwal yang ditetapkan pemda/kot dan yang reguler sama seperti umumnya.
 

Tetap saja, meski pemerintah membuat regulasi masih saja (banyak) warga masyarakat yang menghadapi masalah saat (akan) mendaftarkan dan ketika anaknya diterima, apalagi masalahnya kalau bukan seperti cuplikan dialog saya dengan pak tukang di atas.
 

Secara umum ada dua kondisi saat orang tua yang merasa frustasi bahkan sial saat hendak menyekolahkan anaknya di sekolah yang favaorit atau bagus mutu pendidikannya.
 

Pertama, karena anaknya "bodoh" - bodoh dalam arti sebenarnya dan bodoh karena "apes" saat nilai-nilai akademik yang dijadikan stereo-type dan bahkan diskriminatif untuk menilai  seorang anak "pandai".
 

Mungkin anda sudah sering membaca persyaratan untuk masuk sebuah sekolah favorit hanya untuk "anak-anak pandai" yang dibuktikan dengan nilai Matematika, IPA, Bahasa Inggris.. selama 3 tahun berturut-turut minimal 8.0 (delapan koma nol).
 

Saya sering prihatin dengan syarat seperti ini, karena bagi saya ini sangat "rasial" - bagaimana mungkin anak-anak yang "bodoh" dibidang IPA, MAT, BIG - sementara dia pandai di lain bidang itu gak bisa masuk sekolah favorit.
 

(Kalau dipikir-pikir saya termasuk banyak mendapatkan keajaiban, mengingat saat SMP, SMA sampai Kuliah- sangat "dudul" alias bodoh dibidang matematika dan IPA, gimana gak bodoh wong pas lulus SMA dulu nilai MAT di ijazah saya tertulis 5- dan ketika kuliah masih bisa lolos masuk univ negeri -  sementara saya sekolah di SMA yang cukup favorit di kabupaten saya... heheh - mungkin jaman 25 tahun lalu beda ya dengan sekarang).

Gara-gara ada satu nilai MAT yang cuma 7,8 (tujuh koma delapan) anak saya dan beberapa temannya yang selama 3 tahun berturut-turut sellau masuk kategori 5 - 10 besar di sekolahnya akhirnya harus minggir dari jalur masuk anak-anak pandai - heheh.. padahal rapotnya rata-rata selalu di atas 8,0 (delapan koma nol).
 

Keruan saja banyak calon walimurid yang ngomel panjang pendek...karena mengalami kejadian persis seperti anak saya..
 

Sementara di luar sana memang masih banyak anak-anak yang nilianya di ketiga bidang itu selalu konstan di atas 8.0 - tetapi semua orang juga mafhum..bahwa untuk menjaga "wibawa sekolah" banyak sekolah yang dengan terpaksa harus "mengupgrade" nilai murid-muridnya menjadi minimal 8.0 - entah memang benar-benar bisa atau sekedar bisa mengerjakan mata pelajaran tersebut.
 

keprihatinan saya lainnya tentang persyaratan nilai di 3 pelajaran tersebut yang identik denga bidang Sains - adalah seolah-olah sekolah-sekolah favorit tersebut menafikan anak-anak yang pandai dibidang ilmu-ilmu sosial.
 

Kalau memang begitu, bukankah itu juga "menyepelekan" dan "melecehkan" pelajaran ilmu sosial yang wajib di pelajari anak-anak selama ini?
 

Entahlah, kalau memang yang jadi ukuran pandai seorang siswa itu hanya yang berprestasi di bidang sains.
 

Kondisi kedua, yaitu Miskin - ya..seperti cerita yang saya kutip di atas..adalah contoh nyata - dan saya yakin masih banyak lainnya - bahwa sekarang ini untuk masuk sekolah favorit tidak cukup anak tersebut pandai di bidang sains..tetapi juga mensyaratkan bahwa orang tua anak tersebut mampu membayar biaya pendidikan di sekolah favorit tersebut.
 

Sudah lazim diketahui masyarakat, sekolah-sekolah favorit, meskipun milik pemerintah saat ini banyak yang tidak ramah denga status kemiskinan. Sehingga saat ini, orang tua yang punya anak pandai sekalipun, akan tetap risau apakah anaknya bisa mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah yang mutu pendidikannya bagus.
 

Saya paham betul, memang saat ini kemajuan sebuah sekolah banyak dipengaruhi oleh lengkap dan mewahnya fasilitas belajar..sementara fakta lainnya yang tidak bisa dipungkiri bahwa alokasi dana pendidikan yang diberikan pemerintah kepada sekolah sangat-sangat tidak memadai..  
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa saat ini pemerintah sudah memenuhi kewajibannya mengalokasikan 20 persen (atau kurang sedikit) dari APBN untuk pendidikan.. maka saran saya baca hasil penelitian Prof Dedi Supriadi bbrp tahun lalu tentang biaya pendidikan di indonesia.  
Sekedar informasi saja, memang benar..sekarang dana yang dikucurkan pemerintah ke pendidikan khususnya sekolah - bertambah banyak (dibanding tahun sebelumnya) tetapi tahukah anda, bahwa hampir 60 - 70 persen dana tersbut untuk membayar gaji (dan sertifikasi) guru dan pegawainya. Sementara 40-30 persennya untuk operasional sekolah  
Jadi misalnya ada sekolah pertahunnya dapat anggaran 1 milyar ( 1000 juta), maka sekitar 600 - 700 juta untuk belanja gaji.
 

Nah, anda bisa membayangkan bagaimana mungkin sekolah-sekolah favorit yang fasilitasnya mewah bisa mendapatkan itu semua? Tidak lain adalah menarik dana lagi dari masyarakat.
 

Begitulah kondisi seperti ini berlangsung dari tahun ke tahun, tanpa ada perubahan yang berarti..
 

Karena ini pula saya sempat berandai-andai kapan ya, negara kita ini akan punya sekolah yang mutu pendidikannnya cukup bagus tetapi khusus bagai anak-anak yang "bodoh" dan "miskin"
 

Mungkinkah?
 

Wallahu'alam.

Lawang, 20 Maret 2016

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Sekolah Khusus Siswa Bodoh dan Miskin"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.