Article

Ketika Medsoser Membuat Kontra Fatwa BJPS MUI

 
www.impawards.com


Disclaimer: ini tulisan spontan dari pikiran saya, setelah melihat ramainya status di media sosial terkait kontroversi Fatwa MUI tentang BPJS – yang menghebohkan. Tentu saja karena ini tulisan spontan, saya gak mencari data-data pendukung yang valid untuk menulisnya – jiah... kayak bikin tulisan apa pakai data yang valid.

Lantas apa isinya tulisan ini nanti?


Intinya tulisan ini hanya sekedar mengeluarkan uneg-uneg saya terkait kehebohan yang dibuat oleh para medsoser (pengguna media sosial) yang menurut saya kok semakin kemari semakin aneh.


Kenapa aneh?


Ya karena bagi saya menyikapi fatwa MUI itu biasa sajalah, gak usah hiperbola kayak urusan fatwa itu sangat penting sekali bagi keberlangsungan hidup bangsa ini... Lah kalo mau sih banyak loh yang perlu lebih dihebohkan daripada fatwa MUI itu.


Bagi saya pribadi, sebenarnya simpel saja menyikapi Fatwa MUI tersebut, kalo gak setuju ya sudah pakai fatwa yang memperbolehkan seperti yang di keluarkan oleh Ormas NU – wong hidup ini pilihan kok.


Yang saya jadi agak kurang sreg adalah sikap “mendelegetimasi” otoritas MUI sebagai lembaga yang bisa dijadikan rujukan dalam kehidupan beragama oleh masyarakat indonesia. Ya, aneh saja, gak cocok dengan fatwa MUI kok yang dilegitimasi adalah Lembaganya.


Sikap seperti tersebut dalam pembasahan “KESESATAN BERPIKIR” (Logical fallacy) – ternasuk Argumentum ad hominem – alias komentar gak nyambung- harusnya kalo mau mengkritisi Fatwa MUI – ya lihat detailnya alasan MUI mengeluarkan fatwa itu, kemudian bantahlah dengan alasan lain yang lebih kuat disertai dalil agama. Bukan kemudian menjeneralisir bahwa MUI lebay, disusupi kepentingan ekonimis, politis dan lain sebagainya.


Ingat bro, ini terkait hukum syariat dalam agama, lah kalo MUI mengeluarkan fatwa didasarkan pertimbangan syariat harusnya dibantah dengan dalil-dalil syariat agama yang membolehkan (atau melarang) suatu perbuatan. Dalam khazanah fiqh (hukum) islam biasa kok terjadi berbedaan pendapat tentang masalah fiqh. Coba deh lebih sesekali baca perbedaan fatwa suatu masalah antar mahzab dalam agama biar agak terbuka wawasan kita.


Sebagai informasi saja, SAYA pribadi TIDAK SELALU sependapat dengan fatwa MUI dalam BEBERAPA HAL – saya mengambil dari pendapat ulama lain – tetapi untuk membantah fatwa MUI ya bukan maqom saya-lah. Bagi saya cukup mengamalkan pendapat yang menurut saya lebih kuat landasan hukum syariatnya.


Jadi disini saya nulis ini nggak semata-mata membabi buta membela MUI -


Nah, yang lebih parahnya lagi adalah ketika seseorang melakukan “delegitimasi” terhadap MUI – ingat terhadap MUI secara kelembagaan di media sosial – apalagi orang tesebut mempunyai penggemar yang banyak – efek yang lain yang menurut saya lebih parah dampaknya dalam menyikapi hukum agama.


Contohnya komentar semacam ini:


“Dikit-dikit haram, dikit-dikit haram.... ya jadinya semua kehidupan ini gak ada yang halal....”


“MUI dibubarkan saja, selalu ngawur dalam berfatwa ... karena Manusia TIDAK BERHAK MENENTUKAN HALAL -HARAM”


“Sudahlah, ini bukan negara agama bray... gak usah dikait-kaitkan dengan halal-haram...”


Dan masih banyak yang lebih seram lagi..


Gaes, dari dua contoh komentar di atas – menurut saya pribadi – sekali lagi menurut saya pribadi – adalah sikap cenderung “MELAPASKAN DIRI” atau bahasa mudahnya TIDAK MAU DIATUR oleh hukum agama.


Kenapa?


Karena kalau kita sebagai seorang muslim, tentu menyadari dan paham bahwa tidak ada SATUPUN dalam hidup ini yang gak ada aturannya di dalam Islam. Mulai bangun tidur, sampai tidur lagi kita tidak bisa terlepas dari hukum agama islam.


Mulai urusan kencing sampai kita mati ada aturannya dalam islam. Sudahkah itu pernah kita pikirkan?


Kalau anda muslim, dan punya anak kecil, kemudian anak tersebut ngompol mengenai baju anda. Apa yang anda lakukan?


Saya yakin semua akan mensucikan diri – entah dengan mandi atau hanya mengelap bagian-bagian yang terkena ompol – kemudia bersuci dan seterusnya.


Nah, saya yakin cara anda mandi, berwudhu bisa jadi BERBEDA dengan cara mandi dan berwudhu saya. Kok bisa – sama –sama muslim cara mandi dan wudhunya berbeda?


Lah
iya karena memang dalam islam ada beberapa pendapat yang didasarkan dari dali-dalil agama yang memungkinkan melakukan cara tersebut menjadi berbeda.


Nah siapa yang membuat pendapat itu jadi berbeda? Tentu saja para ulama khan?


Lantas kenapa kita tidak protes dengan cara mandi dan berwudhu yang berbeda itu?


Saya yakin karena kita paham akan adanya perbedaan dalil yang menjadi dasar dalam pengambilan pendapat para ulama tadi.


Dengan logika kecil seperti ini, mestinya kita tidak perlu heboh menyikapi fatwa MUI – karena kalo mau dibesar-besarkan juga masalah cara mandi dan wudhu bisa jadi menyebabkan perbedaan pendapat apakah shalatnya sah atau tidak dan seterusnya.


Kembali ke permasalahan utama. Jika kita mau menerima perbedaan pendapat para ulama dalam hal tata cara mandi dan wudhu..


Lantas apa alasan kita menggeneralisasi – dan melakukan delegetimasi MUI sebagai representasi wadah ulama yang ada di Indonesia?


Bagi saya sih sah-sah saja menolak fatwa MUI, tetapi memakai fatwa dari ulama lain yang menjadi rujukanya selama ini, tetapi yang repot itu kalo ya gak MAU IKUT MUI juga GAK MAU IKUT ULAMA LAIN, kalo begitu kemungkinannya cuma dua:


Pertama, sudah mempunyai kapasitas sebagai ulama sehingga sudah bisa melakukan “ijtihad” untuk menentukan apakah ini sesuai syariah atau tidak.


Kedua, memang tidak mau diatur dengan hukum-hukum agama – atau agama gak perlu ngurusi masalah-masalah kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara.


Nah khusus yang kedua ini saya jadi ingat Kritikan Said Hawwa – kalo gak salah terhadap pendapat yang mengatakan “Islam atau tidak sama sekali” atau istilah kerennya “All or Nothing” - hanya saja kalo Said Hawwa mengkritik aktivis islam yang menuntut semua aspek kehidupan diatur dalam syariat islam gak peduli itu negara berasaskan agama islam atau bukan, sementara kalo saya mengkritik orang-orang yang suka bilang “Agama gak perlu dibawa-bawa untuk urusan kehidupan sosial dan kenegaraan” hehehe.


Intinya sih cuma begini, yuk kalo anda gak setuju dengan pendapat orang lain – ya kemukakan SOLUSI yang selaras sesuai aturan agama – bukan cuma bisa koar-koar mendelegetimasi lembaga fatwa yang ada.


Dan yang terakhir.. kalo anda muslim, yuk kita sama-sama meningkatkan diri belajar agama kita... masak untuk belajar urusan duniawai yang sampai ke luar negeri saja kita MAU dan MAMPU – untuk urusan akhirat kita ogah-ogahan..


Tapi itu menurut saya – kalo gak setuju ya bikin tulisan juga kayak gini – gak usah ngomel-ngomel wkakkakaka..




































Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Ketika Medsoser Membuat Kontra Fatwa BJPS MUI "!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.