Article

[Bagian # 2 ] Catatan yang Tertinggal di Malam Idul Fitri 1431 H


Lima bulan kemudian.

10 Rabiul Awwal 1432 H [13/Feb/2011],

Selepas Isya lampu di komplek mati. Saat itu istri dan anak-anak makan malam. Terdengar suara seseorang mengetuk pintu. Saya yang sedang berusaha mencari lilin tidak begitu menghiraukan. Saya kira, siapa malam-malam gelap begini bertamu. Assalamualaikum sekali lagi terdengar suara dari balik pintu. Segera saya bergegas ke pintu. Dan mencoba melihat siapa yang memberi salam tadi. Dari balik tirai saya lihat sesosok wanita berkerudung, tetapi nggak jelas siapa.

Waalaikum salam jawab saya sambil membuka pintu.

Bu Nur, ada Pak?

Ada. jawab saya sambil mempersilahkan dia masuk. Saya memanggil istri saya.

Sinten nggih [Siapa ya] ? kata istri saya sambil berusaha mengenali wajah sang tamu dengan susah payah. Karena buru-buru membukakan pintu saya lupa meletakkan lilin yang sudah saya pegang tadi. Jadinya ruang tamu masih gelap.

Kulo Bu, Maaf, malam-malam mengganggu kata tamu tadi.

Ooo panejengan tho! jawab istri saya yang rupanya sudah mengenali tamunya. Beberapa saat kemudian mereka berbincang-bincang, sementara saya mencoba mencari lilin yang entah dimana tempatnya. Biasa, barang kalo dicari sering nggak ada, pas nggak dicari nongol, hehehe.

Horeee..Alhamdulillah terang..! Begitu teriak Nadia, karena tiba-tiba lampunya nyala.

Kulo badhe mbayar utang kulo Bu, [Saya mau bayar hutang saya Bu] kata tamu tadi. 

Waduh, Buk-e Dita, sampun ngoten tho. Kulo pun ikhlas, [Waduh, ibunya Dita jangan begitu tho, saya sudah iklas kok]

Kulo, mboten sekeco Bu [Saya nggak enak Bu,].

Panjenengan ini, masak saya mau menjilat ludah saya sendiri, wong dulu khan sudah saya bilang, itu untuk Dita. Pahalanya jadi hilang nanti kalau gitu, sudahlah saya bener-bener, ikhlas itu untuk Dita Oh iya, bajunya dulu pas sama Dita..?

Alhamdulillah pas, bajunya. Matur nuwun sanget nggih Bu, [terima kasih banyak ya Bu].
Alhamdulillah kalo cukup.

BU, katanya Ibu jual pembalut yang untuk obat itu ya?

Pembalut? Oh ini tho tanya istri saya sambil mengambilkan pembalut herbal.

Ya, itu bisa untuk obat ya..? kembali dia bertanya

Lho memang siapa yang sakit ?

Kulo, Bu, katanya dokter, kena kista katanya. Kemudian dia menceritakan bahwa setelah kelahiran anak kedua. Menurutnya, dia diminta segera pulang dari puksesmas, karena banyak pasien yang antri dan nggak ada tempat, padahal darah nifas paska kehamilannya masih belum tuntas, tetapi kemudian dijahit. Karena nggak bisa nolak diapun pulang. Namun setelah beberapa waktu dia sering merasa tidak nyaman dan pusing, akhirnya ketika dia periksa, katanya ada kista akibat darah kotor setelah melahirkan yang nggak bisa keluar. Sama dokter dia dianjurkan untuk operasi.

Tapi Bu, kalo operasi itu saya mikir, yang jaga anak-anak nanti siapa? Wong kalo saya sedang kumat dan nggak bisa apa-apa dan kesakitan di tempat tidur anak-anak itu cuman diam sambil nungguin saya. Saya kasihan sekali melihat mereka. Sama dokter saya suruh ngurus Jamkeskin, dari kelurahan, kecamatan dan puskesmas untuk minta rujukan, tapi ya itu tadi.. siapa yang jaga anak-anak. Makanya saya cari alternatif pengobatan saja 
Pembalut itu bisa khan Bu,

Istri saya terdiam mendengar ceritanya,

Kalau sebagai obat utama sih tidak, cuman itu membantu, tetapi tetap disarankan untuk tetap berobat dan minum obat dari dokter atau minum obat-obatan herbal kata istri saya kemudian

Begitu ya Bu, nggak papa deh, saya mau beli, mudah-mudahan cocok. Biar saya sehat. Soalnya kalo seperti saat ini, saya kerja agak berat sedikit sudah pusing rasanya, penginnya saya bisa kerja sehari begitu, tapi daripada saya paksa kok malah sakit

Ya, Bu, panjengan nyoba saja obat herbal, mudah-mudahan cocok, beberapa waktu yang lalu saya pernah lihat ada obat herbal untuk kista, nanti tak tanya sama Abinya

Gitu ya Bu, saya juga kasihan sama Dita, itu diselangkangannya, itu seperti ada urat gitu apa kalo anak laki-laki seperti hernia itu, sudah saya coba pijatkan kalo laki-laki sih sudah saya suruh pakai celana untuk hernia itu

Ooo Dita juga sakit ya

Iya, cuman memang sakitnya kalo pas kambuh, apalagi anak-anak khan masih suka main dan loncat-loncat gitu

Wah kasihan si Dita

Bu, ini berapa harganya?

Ini ambil harga kulakannya saja buat panjengan tapi saran saya sambil berobat Bu, 
insyaAllah nanti kalo nama obat herbalnya ketemu saya kasih tahu njenengan. Kata istri saya..

Iya, Bu, terima kasih, ini uangnya maaf saya harus kembali sudah malam kasihan anak-anak katanya mohon pamit.

Sebelum beranjak pulang dia memberi uang lima ribuan pada anak-anak yang kebetulan ikutan nimbrung di ruang tamu

Lho, jangan Bu cegah istri saya

Sudah nggak nggak papa Bu, terima kasih, wassalamualaikum.

Katanya sambil berlalu dari rumah kami.

****

Setelah dia pulang saya sempat berbincang dengan istri saya tentang sang tamu. Kami benar-benar salut dengan dia, meski secara materi berkekurangan tetapi dia punya harga diri untuk tidak meminta belas kasihan, dan yang terlebih lagi, saya sangat tertegun setelah sekian bulan dia masih bersikeras mau membayar hutang yang sebenarnya bukan hutang. Padahal selama istri saya jualan, saya beberapa kali mendapat cerita betapa ada pembeli yang secara ekonomi jauh lebih cukup dari dia tetapi suka ngemplang, bahkan suka berbelit-belit kalo ditagih pembayarannya.

 Ada lagi, sekitar dua bulan yang lalu ada yang datang bermobil, tetapi setelah mengambil barang nggak sampai saya nulis ini, menelpon saja tidak pernah. Mau dihubungi nomer hapenya juga nggak jelas.

Tetapi saya kadang suka berpikir, kenapa justru pada orang-orang yang secara ekonomi berkekurangan Allah memberikan cobaan yang menurut saya lebih berat?

Akhirnya saya hanya berpikir mungkin itu cara Allah mengur kami agar lebih banyak bersyukur atas nikmat-Nya kepada saya sekeluarga.Semoga Allah SWT senanitasa memberikan kesabaran kepada saudara-saudara kita yang ditimpa musibah sehingga mereka lulus dan mendapatkan keridhaan-Nya. 

Dan mudah-mudahan kita senantiasa diberi pertolongan Allah agar senantiasa mampu bersyukru atas nikmat-Nya.

*****
Orang fakir lima ratus tahun lebih dahulu masuk ke dalam surga daripada orang kaya [HR. Tirmidzi]








































Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "[Bagian # 2 ] Catatan yang Tertinggal di Malam Idul Fitri 1431 H"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.