Article

[Bagian # 1] Catatan yang Tertinggal di Malam Idul Fitri 1431 H

Bi, sudah Ashar, ini tinggal dua lagi zakatnya yang belum dibagi di kasihkan ibunya Dita aja yah? kata istri saya, di sore tanggal 29 Ramadhan 1431 H.

Ya, tadi pagi kesana, nggak ada sore ini mudah-mudahan orangnya ada! kata saya.

Akhirnya di bawah rintik-rintik gerimis, saya dan istri pergi ke rumah ke rumah Dita, temennya si Habib pas TK dulu. Ya, kondisinya sungguh memprihatinkan, Dita dan adiknya ditinggalkan ayahnya entah kemana ketika mereka masih dibawah 5 tahun. Kini kedua bocah itu hidup bersama ibunya, yang berkerja sebagai buruh cuci, dari rumah ke rumah. Ibunya Dita, setelah berhasil mengumpulkan uang dengan susah payah, berhasil membangun sebuah rumah yang ada berada di atas lereng sungai. Untuk mencapai rumah itu harus melalui gang sempit dan perlu ekstra hati-hati apalagi kalau musim hujan, kalau tidak bisa terpeleset dan dan tergelincir ke arah kali.

Tunggu di sini aja, Bi, aku yang kesana, kata istri saya, sambil masuk ke arah gang tikus menuju rumah Dita.

15 menit kemudian.

Bi, gak ada orangnya, anak-anaknya juga nggak ada, kata tetangganya, sering pulangnya malem, akhir-akhir ini..

Ya, wes, kasihkah orang lain aja ya," ajak saya, dan bergegas pulang karena hujan sudah mulai menderas.

****
Menjelang jam 10 malam. Sepulang dari masjid untuk mempersiapkan keperluan sholat Id, saya lihat istri masih belum tidur. Ya, menyiapkan keperluan untuk sholat it buat anak-anak buat besok pagi.

Assalamualaikum," terdengar suara orang seorang wanita dari Balik pintu.

"Mi ada tamu," kata saya setelah mempersilahkan perempuan berkerudung berusia sekitar 30-an itu masuk.

Istri saya bergegas ke ruang tamu, sambil bertanya-tanya, kok ada tamu malam hari.

Aduh, Bu, mohoon maaf menggangu panjengan malam-malam mohon maaf," kata tamu tadi.

Nggak apa-apa. Oh ya saya tadi dari tempat sampean , pagi dan sore, cuman kok nggak ketemu, katanya tetangga akhir-akhir ini pulangnya malem..! kata istri saya

Iya, Bu, akhir-akhir ini saya, mbantu menjualkan kue lebaran ke kampung-kampung berangkatnya pagi habis subuh, dan habis ashar baru pulang," jawab tamu tadi.

Wonten nopo nggih? [ada apa ya] tanya istri saya.

Waduh Bu, mohon maaf, saya juga malu, sebenarnya, tapi gimana ya, si Dita mulai kemarin nangis, katanya: Bu, khan mau hari raya saya nggak punya baju baru mbok belikan tho Bu, lha saya ini gak berani menjanjikan wong uagnnya nggak cukup buat beli baju baru aduh Bu, tapi tadi dia nangis lagi, terus saya ingat panjengan khan jualan baju anak-anak kalo lebaran gini, barang kali ada yang pas buat Dita dan adiknya, aduh Bu saya malu sebenarnya. Tapi gimana, ini tadi anak-anak sudah tidur, trus saya cepet-cepet kesini. Ada tah Bu, baju yang seukuran Dita dan adiknya?

Oh wah yang bagus-bagus kebetulan sudah laku semua, adanya tinggal ini nomor 5 dan 8, mudah-mudahan cocok ya! kata istri saya sambil mengambilkan dua baju untuk dua gadis kecil

Sejenak tamu tadi melihat-lihat dua baju itu.

Inggih Bu, rasanya cocok ini, yag nomor 8 ini agak kebesaran dikit, cuman nggak papa . Berapa harganya ya?

itu hadiah saya buat Dita dan adiknya saja. Ambil saja ya. ! kata istri saya

Bu, jangan gitu, saya nggak enak, saya nggak punya uang sekarang, tapi saya janji saya akan bayar begitu punya uang. Berapa Bu harganya? tanya sang tamu lagi.

Nggak Bu, nggak saya jual, itu saya kasihkan saja sama Dita dan adiknya nggak papa

Bu, sungguh saya malu, tapi bener, saya mau bayar kalo saya punya uang soalnya saya juga mau belikan sepatu juga buat Dita. Itu sepatu bordir yang itu sepertinya pas buat Dita, sepatu sekolahnya sudah rusak. Kalo nggak bayar saya nggak enak

Sepatu? Nomor berapa? Yang ini? kata istri saya

Iya Bu, ini sepertinya pas buat Dita, kasihan anaknya juga nggak punya sepatu, berapa harganya Bu?

Sepatu ini, juga saya hadiahkan buat Dita saja, nggak usah bayar kata istri lagi

Bu, jangan gitu, sungguh, saya benar-benar akan bayar kalau saya sudah punya uang saya nggak enak Bu

Bu, saya bener-bener ikhlas, bawa saja semuanya. Nggak papa, saya itu buat anak-anak sampean

Waduh Bu, terima kasih, tapi saya benar-benar mau bayar, ini hutang saya sama panjenengan

Sudahlah, nggak apa-apa Oh iya, itu ada sepatunya Nadia pas kelas 1 dulu, masih bagus, cuman tali perekatnya sudah nggaak kuat kalo mau bawa saja kata istri saya sambil menunjukkan sepatu Nadia dari rak sepatu.

Sejenak sang tamu melihat-lihat,

Iya, Bu, nggak papa saya bawa ya, saya jahitkan, ini masih bagus,,, matur nuwun sanget bu Tapi bener saya hutang sama ibu, saya kalo punya uang insyaAllah segera saya bayar

Sudahla Bu, saya ikhlas, bawa saja

Bu terima kasih, saya buru-buru, anak-anak nanti bingung kalo bangun nggak ada saya, saya pamit dulu ya insyaALlah saya segera bayar hutang saya begitu saya punya uang Bu,

Inggih Bu, itu bukan utang. Saya kasihkan buat anak-anak ibu

Matur nuwun Bu, Assalamualaikum.. katanya sambil bergegas dan berlari-lari kecil di bawah gerimis malam.

Suara takbiran dari masjid-masjid sudah mulai berkurang.

*****
Bersambung di sini






































Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "[Bagian # 1] Catatan yang Tertinggal di Malam Idul Fitri 1431 H "!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.