Article

Rukun Islam Ke 8

Minggu ini baik teman-teman di kantor maupun di kampung banyak melakukan kunjungan silaturahim kepada teman atau saudara yang baru datang menunaikan ibadah haji. ziarah haji, begitu istilah yang sering dipakai di masyarakat.Dan setiap kali saya ikut ziarah haji, saya senantiasa mengingat taujih dari teman saya, Ustadz Muhammad Dahri.

 Saya berkunjung ke rumah beliau setahun yang lalu saat beliau baru saja pulang dari menunaikan haji.

Beliau bercerita, bagaimana perjuangan beliau untuk bisa menunaikan ibadah haji. Ya harus berjuang untuk menunaikan ibadah haji, maklum, khan profesinya cuma sebagai guru, bukan pejabat atau PNS yang dapat tunjangan berkali-kali lipat. 

"Saat saya hendak melunasi tabungan saya ibadah haji saya, saya dihadapkan sebuah godaan yang cukup membuat saya bingung.." 

"Apa itu Bah?" tanya saya padanya, yang biasa memanggilnya Abah. 

"Saat itu saya ditawari sebuah rumah - yang cukup murah - saya khan belum punya rumah. Nah masalahnya harga rumah itu kurang lebih sama dengan ongkos untuk menunaikan ibadah haji. terus terang saya sangat dilema, disatu sisi saya pengin beli rumah, disisi lain saya juga sangat rindu ingin ke baitullah.." katanya dengan suara lembut, terutama saat mengucapkan kalimat, saya juga sangat rindu ingin ke baitullah.

"Terus gimana Bah? Kok jadi berangkat? "

 "Saat itu pagi-pagi saya telepon Ustadz Nu'man..." jawabnya. 

Ustadz Nu'man adalah sahabat baik Abah Dahri dan saya dulu ketika sekantor dengan Abah Nu'man juga sering berbincang berlama-lama di rumah beliau. 

"Gimana kata Abah Nu'man?" 

"Dia bilang, Sampean nggak usah tanya saya, sampean sudah tahu jawabnya! , begitu Ustadz Nu'man Bilang...!"

 "Gitu ya, Bah?, Tapi apa yang membuat Abah bisa mengalahkan keinginan untuk membeli rumah..?" 

"Gini Lho Mas. Kita ini khan sering menganggap ibadah haji itu sebagai rukun islam ke 6, ke 7 atau bahkan ke 8 !" 

Saya cuman manggut-manggut.

"Bukankah rukun Islam ke lima itu, sering tidak kita prioritaskan? dari pada beli rumah, mobil atau memiliki kekayaan lainnya seperti tanah atau mungkin bisnis kita?. Kita rela berlama-lama dan tahan menabung sekian lama untuk bisa membeli rumah. kalaupun rumah sudah bisa terbeli, kita masih ingin beli mobil, kalau perlu kredit di bank juga nggak masalah, mobil sudah, masih ingin yang lain... !" 

"DEG!" saya kesindir dan merasa malu. 

Sungguh kalo nggak didepan Abah Dahri mungkin saya sudah menangis. 

"Astagtafirullah...." di dalam hati saya bersitigfar berkali-kali,Sesampainya di rumah, saya mendiskusikan tentang nasihat Abah Dahri.

 Sejak saat itu pula kami bertekad mulai menyisihkan pendapatan kami untuk melaksanakan ibadah haji. kami nggak tahu kapan kami akan berangkat, tetapi itu adalah tekat kami untuk menyempurnakan rukun islam ke lima. 

Bukankah Allah menilai kesungguhan kita dahulu? 

Sedangkan masalah mengabulkan keinginan kami itu masalah mudah bagi Allah. Bukankah sudah banyak contoh, bahwa banyak orang yang mungkin secara penghasilan jauh dari yang kita dapatkan seperti yang pernah saya ceritakan tentang tukang jual rujak keliling yang bisa berangkat haji , tetapi dengan tekat yang kuat ingin berhaji Allah memudahkan jalannya.

Semoga, Allah senantiasa menjaga niat kita, dan memberikan petunjuk untuk menggenapkan seruan-Nya.

Bukankah begitu saudara?

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Rukun Islam Ke 8"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.